Senin, 04 Januari 2016

Sosiologi Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Pengertian Sosiologi Hukum
   Sosiologi Hukum berasal dari dua kata yaitu Sosiologi dan Hukum. Secara bahasa, kata Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang berarti “kawan” dan bahasa Yunani Logos yang berarti ”kata” atau “berbicara” , jadi sosiologi berbicara mengenai masyarakat.
   Menurut ‪Max Weber, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain.
   Sedangkan Hukum, berasal dari bahasa Belanda yaitu Recht, dalam bahasa Latin yaitu Lex, dan dalam bahasa Inggris yaitu Law, yang mana ketiga ini berarti mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah. Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur manusia dalam bermasyarakat yang dibuat oleh penguasa negara atau pemerintah yang berdaulat, yang bersifat mengikat dan memaksa dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi.
   Sosiologi Hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganilisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.[1]
   Sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat dipahami dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan hukum merupakan suatu proses. Sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya.

 

Hukum --------> Kelompok-kelompok sosial
   Misalnya: Dharma Wanita = Hukumnya adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.

 

Hukum-------->Lembaga-lembaga sosial
    Misalnya : Perkawinan = Hukumnya UU no.1/1974
                      Desa = Hukumnya UU tentang Pemerintahan Desa
              
Hukum-------->Stratifikasi Sosial
     Misalnya: “hukumnya berlaku bagi semua orang”, nyatanya hukum berlaku beda dalam masyarakat yang berstrata


Hukum-------->Kekuasaan dan Wewenang
     Misalnya: UUD 1945 mengatur hal tersebut

 

Hukum-------->Interaksi Sosial
     Misalnya: hukum mengatur interaksi sosial = Pidana, Perdata.

Jadi sosiologi hukum mengkaji hukum dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, dalam hubungannya dengan sesama, anggota masyarakat berpedoman pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.[2]


B.     Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum
  Orang yang pertama menggunakan istilah Sosiologi Hukum adalah Anzilotti pada tahun 1882. Waktu lahirnya, Sosiologi Hukum dipengaruhi oleh Disiplin (ilmu), yaitu : Filsafat Hukum, Ilmu Hukum dan Sosiologi yang orientasinya hukum.[3]
1. Filsafat Hukum
Aliran-aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab lahirnya Sosiologi Hukum adalah aliran Positivisme, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Menurut Kelsen ”hukum itu bersifat hirarkis” artinya ”hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi derajatnya”. Dimana urutannya adalah sebagai berikut :
Grundnorm

Konstitusi

Undang-Undang & Kebiasaan

Putusan Badan Pengadilan
Mengenai Grundnorm, Kelsen tidak menyebutkan/menjelaskan apa yang dimaksud dengan Grundnorm, dan hanya merupakan penafsiran yuridis saja dan menyangkut hal-hal yang bersifat meta-yuridis.
Dengan demikian hanya Sosiologi Hukum yang dapat menjawab apa itu Grundnorm, yaitu merupakan dasar sosial daripada hukum. Dasar sosial dari hukum itu merupakan salah satu ruang lingkup Sosiologi Hukum.
Aliran-aliran Filsafat Hukum yang mendorong tumbuh dan berkembangnya Sosiologi Hukum adalah :
a. Mazhab Sejarah, yang dipelopori oleh Carl Von Savigny mengatakan bahwa: ”Hukum itu tidak dibuat, tapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (Volkgeist)”.
b. Aliran Utility, dari Jeremi Bentham, konsepsinya: ”Hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia”.
c. Aliran Sociological Yurisprudence, dari Eugen Ehrlich, yang konsepsinya: ”Hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)”
d. Aliran Pragmatic Legal Realism, dari Roscoe Pound, konsepsinya : ”Law is a tool of social engineering”.

2. Ilmu Hukum
Ilmu Hukum yang menganggap “hukum sebagai gejala social” banyak mendorong pertumbuhan Sosiologi Hukum. Tidak seperti Hans Kelsen yang menganggap hukum sebagai gejala normative dan bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir sosiologis (non yuridis).
3. Sosiologi yang berorientasi pada hukum
Para Sosiolog yang berorientasi pada hukum antara lain adalah Emile Durkheim dan Max Weber, Emile Durkheim mengatakan bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada solidaritas, ada yang solidaritas organis dan adapula solidaritas mekanis.[4]
Dalam solidaritas mekanis, terdapat dalam masyarakat sederhana, hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti dalam pidana. Sedangkan dalam solidaritas organis, yaitu terdapat dalam masyarakat modern, hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti dalam perdata.
Max Weber menyatakan, dalam hukum ada empat tipe ideal yaitu :
-  irrasional formal
-  irrasional materiel
- rasional formal (dalam masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum)
- rasional materiel
      C. Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Sebelum kita menguraikan tentang ruang lingkup Sosiologi Hukum, perlu dijelaskan terlebih dahulu di mana letak Sosiologi Hukum dalam Science Tree.
Untuk dapat mengetahuinya, kita akan bertitik tolak dari apa yang disebut dengan “disiplin”, yaitu system ajaran tentang kenyataan, yang meliputi disiplin analitis dan disiplin hukum (preskriptif).
Disiplin analitis contohnya : Sosiologi, Psikologi dan sebagainya; sedangkan disiplin hukum meliputi :
1. Ilmu-ilmu Hukum, yang dibagi lagi menjadi :
a. Ilmu Tentang Kaidah (kaidah = patokan tentang perikelakuan yang sepantasnya/seharusnya/seyogyanya).
b. Ilmu Tentang Pengertian-pengertian Dasar dan Sistem daripada hukum (pengertian dasar = subjek hukum – hak dan kewajiban – peristiwa hukum – objek hukum – hubungan hukum);
c. Ilmu Tentang Kenyataan yang meliputi :
Sosiologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Antropologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern.
Psikologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari bahwa hukum itu merupakan perwujudan dari jiwa manusia.
Sejarah Hukum; ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang)
Perbandingan Hukum; yaitu ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada di dalam suatu negara atau antar negara.
2. Politik Hukum, yaitu kegiatan memilih dan menerapkan nilai-nilai
3. Filsafat Hukum, yaitu kegiatan merenung, merumuskan, dan menyerasikan nilai-nilai
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditentukan bahwa letak ruang lingkup Sosiologi Hukum mencakup 2 (dua) hal, yaitu :
1. Dasar-dasar sosial dari hukum, contoh: hukum nasional Indonesia, dasar sosialnya adalah Pancasila, dengan ciri-cirinya : gotong-royong, musyawarah-kekeluargaan.
2. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya, contoh :
- UU PMA terhadap gejala ekonomi (tahun 1967)
- UU Pemilu dan Partai Politik terhadap gejala politik
- UU Hak Cipta tahun 1982 terhadap gejala budaza
- UU Perguruan Tinggi terhadap gejala pendidikan.
Selain itu, sejak abad ke-19 telah diusahakan oleh pera sarjana sosiologi dan hukum untuk memberi batasan-batasan tertentu pada ruang lingkup sosiologi hukum. Pembahasan tersebut didasari oleh ilmu ynag erta hubungannya dengan ilmu-ilmu perilaku lainnya, dan ini memunculkan berbagai pendapat, yang secara umum dfapt dikelompokkan pada empat pendekatan yaitu pendekatan instrumental, pendekatan hukum alam, pendekatan positivistik, dan pendekatan parakdigmatik.
1.      ‪Pendekatan instrumental
Adam Podgorecki pernah menyatakan seperti yang dikutip oleh soerjono soekanto, bahwa sosiologi hukum adalah suatu disiplin ilmu teoretis yang umumnya mempelajari keteraturn dari berfungsinya hukum. Tujuan utama dari sosiologi hukum adalah untuk menyajikan sebanyak mungkin kondisi-kondisi yan diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efissien.
Hukum merupakan suatu sarana bagi pembuat  keputusan. Studi terhadap hukum harus harus berfokus terhadap efektifitas hukum serta akibat akibat yang tidak diperhitungkan dalam proses legislasi. Oleh kr\arna itu studi instrumental terhadap hukum dan perilaku harus dapat membantu pembentuk hukum agar dapat mengadakan prediksi terhadap akibat-akibat diberlakukannya hukum-hukum tertentu.lain halnya dengan  pendapat podgorecki  yang menyatakan bahea studi instrumental terhadap hukum sangat penting terutama dalam masyarakat yang mempunyai sisitem hukum sosialis yaitu perubahan-perubahan diatur melalui perundang-undangan. Ada bebrapa ilmuan yang sependapat dengan podgorecki seperti G.F.A. Sawyerr yang menyatakan bahwa studi-studi instrumental trehadap hukum harus bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang baiki pelaksana hukum.

2.      ‪Pendekatan hukum alam dan kritikan terhadap pendekatan positivistik
Philip senznick menganggap bahwa pendekatan instrimental merupakan tahap menengah dari perkembangan atau pertumbuhan sosiologi hukum. Tahap selannjutnya akan tercapai, apabila ada otonomi dan kemandirian intelektual.tahap tersebut akan tercapai apabila para sosiolog tidak lagi berperan sebagi teknisi, akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada ruang lingkup yang lebih luas.pada tahap itu para sosiolog harus siap menelaah pengertian legalitas agar dapat menentukan wibawah moralnya dan untuk menjelaskan peran ilmu sosial dalam menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada keadilan. Philip seznick, legallitas merupakan sinonim dari rule of law, yaitu pembatasan dari kekuasaan resmi oleh prinsip-prinsip rasional dari ketertiban civil. Apabiala hal demikian ada, maka tidak ada sesuatu kekuasaan yang kebal terhdap kritik dan pembatasan kewenangan. Legalitas menimbulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu legalitas hanya berkaitan dengan “bagai mana keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan dibuat dan dilaksanakan dan bukan menyangkut isinya.
Legalitas adalah lebih daripada semata-mata mengikuti prosedur secara ketat; titik sentral dari legalitas adalah pegurangan kewenagan- kewenangan penguasa. Sumbangan utama legalitas adalah menghilangkan peraturan sewenang-wenang. Namun ketaatan yang terlampau kaku pelaksanaan peraturan secara mekanis, menghalangi keluwesan sisitem hukum untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan dan keadaan baru atau untuk menyesuaikan diri dengan ketidak samaan sosial yang terjadi. Keadilan formal cendrung untuk mengabdikan diri pada status quo. Oleh karenaitu dapat dianggap sewenag-wenang oleh orang-oran yang merasa kepentinganya tidak diperhatikan, atau oleh orang-orang yang berada diluar sistem masyarakat yang bersangkutan.

Adanya llegalitas dapat menimbulkan dugaan,bahwa kekuasaan yan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat umum adalah kekuasaan yang sah.
Oleh karena itu legalitas memerlukan penamaan yan kokoh dari prinsip-prinsip keadaan yan sah pada pola berpikir warga masyarakat. Namun suatu konsensus murni dan rasional mengenai hal itu tidak akan ada, sehingga keadaan semacamitu akan dapat didekati apabila terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. ‪Kondisi sejarah membuktikan bahwa perasaan mendukung perilaku rasional;
b. ‪Kalau ada kesempatan luas akan mucul pendapat umum yang  berdasarkan pada kebebasan untuk menggungkapkan kepentingan dan cita-cita.
Kalau cita-cita legalitas ingin dicapai, kritik yang berdasarkan pada penalaran terhadap suatu peraturan harus dimasukkan kedalam mekanisme pembentukan hukum. Oleh karena itu penelitian sosiologis menemukan cita-cita antara penataan terhadap prosedur dengan kenyataaan kehidupan. Misalnya kebebasan dan objektivitsaspara petugas hukum dilemahkan oleh paktor-paktor pribadi dan lingkungan tertentu.

D.Karakteristik Kajjian Sosioligi Hukum  
Krakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenomena hukum dalam masyarakat dalalm mewujudkan :Deskripsi, Penjelasan, Pengungkapan, Prediksi.
1.      ‪Sosiologi hukum berusaha memberikan deskripsi terhadap praktik-praktik hukum. Apabila praktik-praktik itu dibeda-bedakan kedalam pembatan undang-undang, penerapan dalam pengadilan maka ia juga mempelajari bagaimana praktik yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut.
2.      Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan: mengapa suatu praktik-praktik hukum didalam kehidupan sosial masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor apa yang berpengaruh, latar belakanngnya, dan sebagainya.
3.      Sosiologi hukum senantiasa menguji keshahehan empiris dari suatu peraturanatau pernyataan hukum, sehingga mampau memprediksi sesuatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.
4.      Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf.
Keempat karekteristik objek studi sosiologi hukum tersebut merupakan kunci kepada orang yang berminat untuk melakukan penyelidikan dalam studi yang dimaksud. Apapun objek yang dipelajari oleh orang yang melakukan penelitian apabnila ia menggunakan pendekatan seperti yang disebut pada butir diatas maka ia sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum.
Objek yang menjadi sasaran sosiologi hukum sebagai berikut. Sosiologi hukum mempelajari “pengorganisasian sosial hukum objek yang menjadi sasaran disini adalah badan-badang yang trerlibat dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan hukum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: pembutan undang-undang pengadilan, polisi advokat, dan sebagainya. Pada waktu mengkaji pembuatan undang-undang, perhatinnya dapat tertarik pada komposisi dari badan perundang-undangan,seperti usia para anggotanya, pendidikannya, latarbelakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memperoleh perhatian, oleh karna pembuat undang-undang itu dilihat sebagai manifestasi dari kelakuan manusia. Dalam kajian sosiologi hukum ada anggapan bahwa undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya bersifat netral,apalagi yang dibuat dalam masyarakat modern yang kompleks,dan menjadi tugas sosiologi hhukum untuk menelusuri dan dan menjelaskan duduk persoalannya serta faktor apa yang menyebabkan keadaan menjadi seperti itu.
Perspektif organisasi dari sosilogi hukum juga mengungkapkan bahwa sekalipu hukum itu menyediakan janji-janji kepada orang tertentu janji-janji itu lebih dapat dinikmati oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mampu mengorganisasikan dirinya secara baik. Dengan demikian antara hukum dan pengorganisasian sosial terdapat hubungan tertentu.misalnya penyebab hal tersebut ternyata tergantung pula dari beberapa paktor lain sepeti prestasi sosial dan stratifikasi sosial dari suatu kelompok.
Sosiologi hukum yang berusaha untuk mengupas hukum sehingga hukum tersebut tidaaaak dipisah kan dari praktik penyelenggaraannyatidak hanya bersifat kritis melainkan juga kreatif. Kreatifits ini terletak peda kemampuannya utnuk menunjukkan adakanya tujuan-tujuan serta nilai-nilai tertentu yang ingin dicapai oleh hukum ilmu in juga akan memberikan informasi hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi pelaksanaan suatu ide hukum dan dengan demikian akan sangat berjasa guna menghindari dan mengatasi hambatan-hambatan diatas.[5]





BAB II
METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI

A.   Metode Pendekatan Sosiologi Hukum
Selain pendekatan yuridis normatif dalam pengkajian hukum tersebut, hukum juga masih mempunyai sisi yang lain, yaitu hukum dalam kenyataannya dalam kehidupan kemasyarakatan, Yang merupakan sebagai mana hukum itu diopersikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, maka dalam hal mempelajari hal tersebut haarus keluar dari batasan-batasan peraturan hukum dan mengamati praktik-praktik dan/atau hukum sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang dalam masyarakat, dan ini lah yang disebut dfengan pendekatan yuridis.

Yuridis empiris atau yang biasa dikenal dengan sebutan sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial fdalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya. Oleh karenaitu adanya pengetahuan tersebut diharaapkan turut mengangkat derajat ilmiah dari pendidikan hukum. Pernyataan ini dikemukakan atas asumsi bahwa sosiologi hukum dapat memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat: 1. Deskritif, 2. Penjelasan, 3. Pengungkapan, 4. Prediksi.
Kalau keempat hal diatas merupakan tuntutan ilmu pengetahuan hukum saat inii sebagai dampak “modernisasi” maka harus diakui dengan jujur bahwa pendidikan huukkm dalam kajian jurisprudance model: rule(normatif), logic,practical, dan decision yang bersifat terapan, tidak mampu memberikan pemahaman hukum yang utuh.
Sosiologi hukum bersama ilmu empirius lainnya akan menempatkan kembali kontruksi hukum yang abstrak kedalam strukrur sosial yang ada, sehinnga hukum menjadi lembga yang utuh dan relistis. Selain itu, sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya niscahaya dapat memberikan sahamnya untuk memahami dan menjelaskan proses-proses hukum di Indonesia bila hukum itu dilihat dari struktur sosial masyarakatnya. Karena itu, pemahaman secara legistis-positivis dapat mengakibatkan kekakuan pemahaman terhadap hukum. Antropologi hukum misalnya, membantu mengembalikan hukum ke dalam konteksnya yang lebih utuh, yaitu sebagai bagian dari kehidupan subtansial. Pluraritas kehidupan di Indonesia akan memperoleh makna yang sebenarnya bila digunakan pendekatan dan pemahaman antrapologi. Uarain di atas menunjukkan  bahwa mesti diakui politik hukum nasional yang menekankan pada penyeragaman keadaan di Indonesia lebih bersifat “merusak” dari pada membangun suatu kehidupan yang sehat.
Pendidikan hukum yang bersifat sosiological modelyang bterdiri atas (1) sosial strukture, (2) behavior, (3) variable, (4)observer, (5) scientific, dan (6) explanationakakn menjadikan ili hukum itu responsif terhadap perkembangna dan perubahan dalam masyarakat. Karena itu suatu pemahaman dan pengkajian hukum dalam konteks sosial yang lebih besar merupakan suatu keharusan, sehingga hkum akan tampak menjadi controlsosial dalam masyarakat atau hukm ada karena adanya masyarakat dan bukan berarti masyarakat meninggalkan hukum yang dibuat olah wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyaat (DPR).
B.   Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif
Sebelum membandingkan perbadingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif terlebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya sebagai berikut :
1.      Sosilogi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis. Contoh : apakah seorang bermaksud lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40.
2.      Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern. Contoh : pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat sedangkan pada masyarakat modern adalah Putusan Hakim.
3.      Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Contoh: diatatinya atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam masyarakat.
4.      Sejarah Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen ordinantie ( HIR/Rbg).
5.      Perbandingan Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada didalam suatu Negara atau antar Negara. Contoh Hukum adat Batak dengan hukum adat jawa atau hukum singapura dengan hukum Negara Indonesia.
Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami bahwa berbeda dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum.
Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif
Perbandingan
Yuridis Empiris
Yuridis Normatif
Objek
Sociological Model
Jurisprudence Model
Fokus
Social Structure
Analisis aturan (rules)
Proses
Perilaku (behavior)
Logika (logic)
Pilihan (purpose)
Ilmu Pengetahuan (scientific)
Praktis (practical)
Tujuan (goal)
Penjelasan (explanation)
Pengembalian Keputusan (decision)
Tabel di atas menunjukkan objek kajian sosiologi hukum,dalam hal itu akan diuraikan tiga buah konsep sebagai berikut :

1)            Sociological Model(Model Kemasyarakatan)
Model kemasyarakatan adalah Bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, yang antara lain melahirkan sistem sosial dan perubahan social. Hal yang dimaksud mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan dalam kajian sosiologi, yaitu Interaksi Sosial, Sistem Sosial, dan Perubahan Sosial.
-          Interaksi social adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang-perorang, kelompok-kelompok manusia maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia
-          Sistem social adalah sejumlah orang/kegiatan yang hubungan timbal baliknya kurang lebih bersifat konstan
-          Perubahan social adalah suatu proses di mana dalam suatu sistem sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat diukur yang terjadi pada kurun waktu tertentu

2)            Struktur Sosial
Struktur sosial adalah Jalinan yang secara relatif tetap antara unsur-unsur social. Unsur-unsur sosial yang pokok: kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, stratifikasi social.
Lembaga social adalah himpunan kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum sebagai salah satu lembaga kemasyarakatan bertujuan serta bertugas memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam mewujudkan ketertiban. Kelompok social adalah kesatuan manusia yang hidup bersama dari adanya hubungan diantara mereka. Hukum diperlukan ketika terjadi interaksi sosial diantara sesama manusia (jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang).

3)            Perilaku (behavior)
Perilaku, perangai, tabiat, adat istiadat atau yang disebut behavior pada objek kajian sosiologi hukum diatas, merupakan kenyataan hukum di dalam masyarakat, sehingga terkadang apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam mewujudkan kepastian hukum justru tidak sesuai dari apa yang diharapkan.
Perilaku dimaksud juga biasa disebut tabiat atau akhlak.
Akhlak dalam KBBI dapat diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Menurut Imam Al-Ghazali, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat melahirkan perbuatan dengan mudah tanpa pemikiran seseorang atau tanpa memikir-mikirnya lagi.

C.   HUKUM SEBAGAI SOSIAL KONTROL
Sosial Kontrol dilakukan untuk menjamin bahwa nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku ditaati oleh anggota masyarakat. Hal ini menyangkut manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok atau masyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari, perilaku manusia selalu diatur oleh nilai dan norma sosial yang memberi batas pada kelakuannya. Tujuan pengaturan itu dimaksudkan agar tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu kelompok tidak merugikan pihak lain. Pelanggaran terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku akan menimbulkan pertentangan-pertentangan antara berbagai kepentingan dari bermacam-macam pihak, sehingga terjadi guncangan di dalam masyarakat.Dalam kehidupan bermasyarakat, kontrol sosial berfungsi untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan sesuai dengan norma-norma yang telah disepakati bersama.

Merupakan aspek yuridis normatif dari kehidupan sosial masyarakat Sebagai alat pengendali sosial hukum dianggap berfungsi untuk menetapkan tingkah laku yang baik dan tidak baik dan sanksi hukum terhadap pelanggarnya.
Social control adalah suatu proses baik yg direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku. Sifatnya adalah preventif (pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan kestabilan) dan Represif (berusaha mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan).
D.   Hukum Sebagai Alat Mengubah Masyarakat
Fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial yang semakin penting dalam era pembangunan tersebut, Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah-arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas seyogianya dilakukan, di samping fungsi hukum sebagai sistem pengendalian sosial".
Ini berarti bahwa disamping fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, juga salah satu fungsi lainnya yang sangat penting dan bahkan justru harus dilaksanakan dalam era pembangunan, adalah fungsinya sebagai alat rekayasa sosial. Tentu saja sebagai alat rekayasa harus diarahkan kepada hal-hal yang positif dan bukan sebaliknya.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan sosial, hanya prosesnya ada yang cepat, ada yang lambat.
Contoh: Orang Asmat beda dengan orang-orang kota.


Perubahan yang terlalu cepat, sehingga kadang hukum sulit untuk mengikutinya. Ada 4 faktor yang menyebabkan“Social Change”:
-          Karena ada proses inovation/ pembaruan.
-          Invention : penemuan teknologi di bidang industri, mesin dst.
-          Adaptation : adaptasi yaitu suatu proses meniru suatu cultur, gaya yang ada di masyarakat lain.
-          Adopsim: ikut dalam penggunaan penemuan teknologi.
Perubahan sosial adalah perubahan yang bersifat fundamental, mendasar, menyangkut perubahan nilai sosial, pola perilaku, juga menyangkut perubahan institusi sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial.
Hubungan antara Social Change dengan hokum adalah hukum harus mengikuti perubahan sosial.
Efektivitas hukum sebagai tertib social adalah hukum untuk sosial control.
Pengendalian Sosial, menurut S. Rouck, yaitu suatu proses/ kegiatan baik yang bersifat terencana atau tidak yang mempunyai tujuan untuk mendidik (edukatif), mengajak (persuasif), memaksa (represif), agar perilaku masyarakat sesuai dengan kaidah yang berlaku ( konform), sehingga hukum sebagai Agent of  Stability ( hukum sbg penjaga stabilitas). Pada suatu ketika hukumada di belakang ( tertinggal).
Adanya perubahan sosial yang cepat tapi hukumnya belum bisa mengikuti disebut hukum sebagai Social Lag yaitu hukum tak mampu melayani kebutuhan sosial masyarakat, atau disebut juga disorganisasi, aturan lama sudah pudar tapi aturan pengganti belum ada.




DAFTAR PUSTAKA

-        Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2005
-        Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum secara Sosiologis), Jakarta: Pustaka Obor, 2012



[1]  Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). hlm. 1

[2] Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum secara Sosiologis), (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2012). Hlm.25-26

[3]  Zainuddin Ali, Op.cit.,hlm.2

[4] Ibid, hlm.3

[5] Ibid, hlm.8-12 


1 komentar:

  1. Your Affiliate Money Making Machine is waiting -

    And making profit with it is as easy as 1, 2, 3!

    Here's how it works...

    STEP 1. Input into the system what affiliate products the system will advertise
    STEP 2. Add PUSH button traffic (it ONLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the system grow your list and sell your affiliate products on it's own!

    Are you ready to make money automatically?

    The solution is right here

    BalasHapus

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com