BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Sosiologi Hukum
Sosiologi Hukum berasal dari dua kata yaitu
Sosiologi dan Hukum. Secara
bahasa,
kata Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang berarti “kawan” dan bahasa Yunani Logos yang berarti ”kata” atau
“berbicara” , jadi sosiologi berbicara mengenai masyarakat.
Menurut Max Weber, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Sedangkan Hukum, berasal dari bahasa Belanda
yaitu Recht, dalam bahasa Latin yaitu Lex, dan dalam bahasa Inggris
yaitu Law, yang mana ketiga ini berarti mengumpulkan orang-orang untuk diberi
perintah. Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur manusia dalam
bermasyarakat yang dibuat oleh penguasa negara atau pemerintah yang berdaulat,
yang bersifat mengikat dan memaksa dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi.
Sosiologi Hukum menurut Soerjono Soekanto
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
menganilisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya.[1]
Sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu
anggapan bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem
sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat dipahami dengan
jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan hukum merupakan suatu proses.
Sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial
lainnya.
Hukum --------> Kelompok-kelompok sosial
Misalnya: Dharma Wanita = Hukumnya adalah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.
Hukum-------->Lembaga-lembaga sosial
Misalnya : Perkawinan = Hukumnya UU
no.1/1974
Desa = Hukumnya UU
tentang Pemerintahan Desa
Hukum-------->Stratifikasi Sosial
Misalnya: “hukumnya berlaku bagi semua
orang”, nyatanya hukum berlaku beda dalam masyarakat yang berstrata
Hukum-------->Kekuasaan dan Wewenang
Misalnya: UUD 1945 mengatur hal tersebut
Hukum-------->Interaksi Sosial
Misalnya: hukum mengatur interaksi sosial
= Pidana, Perdata.
Jadi
sosiologi hukum mengkaji hukum dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat,
dalam hubungannya dengan sesama, anggota masyarakat berpedoman pada
kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.[2]
B.
Latar
Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum
Orang yang pertama menggunakan istilah Sosiologi Hukum adalah Anzilotti
pada tahun 1882. Waktu lahirnya, Sosiologi Hukum dipengaruhi oleh Disiplin
(ilmu), yaitu : Filsafat Hukum, Ilmu Hukum dan Sosiologi yang orientasinya
hukum.[3]
1.
Filsafat Hukum
Aliran-aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab
lahirnya Sosiologi Hukum adalah aliran Positivisme, yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Menurut Kelsen ”hukum itu bersifat
hirarkis” artinya ”hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang
lebih tinggi derajatnya”. Dimana urutannya adalah sebagai berikut :
Grundnorm
Konstitusi
Undang-Undang & Kebiasaan
Putusan Badan Pengadilan
Mengenai Grundnorm, Kelsen tidak
menyebutkan/menjelaskan apa yang dimaksud dengan Grundnorm, dan hanya merupakan
penafsiran yuridis saja dan menyangkut hal-hal yang bersifat meta-yuridis.
Dengan demikian hanya Sosiologi Hukum yang dapat
menjawab apa itu Grundnorm, yaitu merupakan dasar sosial daripada hukum. Dasar
sosial dari hukum itu merupakan salah satu ruang lingkup Sosiologi Hukum.
Aliran-aliran Filsafat Hukum yang mendorong tumbuh dan
berkembangnya Sosiologi Hukum adalah :
a. Mazhab Sejarah, yang dipelopori oleh Carl Von
Savigny mengatakan bahwa: ”Hukum itu tidak dibuat, tapi tumbuh dan berkembang
bersama-sama dengan masyarakat (Volkgeist)”.
b. Aliran Utility, dari Jeremi Bentham, konsepsinya:
”Hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia”.
c. Aliran Sociological Yurisprudence, dari Eugen
Ehrlich, yang konsepsinya: ”Hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat (living law)”
d. Aliran Pragmatic Legal Realism, dari Roscoe Pound,
konsepsinya : ”Law is a tool of social engineering”.
2. Ilmu Hukum
Ilmu Hukum yang menganggap “hukum sebagai gejala
social” banyak mendorong pertumbuhan Sosiologi Hukum. Tidak seperti Hans Kelsen
yang menganggap hukum sebagai gejala normative dan bahwa hukum harus
dibersihkan dari anasir-anasir sosiologis (non yuridis).
3.
Sosiologi yang berorientasi pada hukum
Para Sosiolog yang berorientasi pada hukum antara lain
adalah Emile Durkheim dan Max Weber, Emile Durkheim mengatakan bahwa dalam setiap
masyarakat selalu ada solidaritas, ada yang solidaritas organis dan adapula
solidaritas mekanis.[4]
Dalam solidaritas mekanis, terdapat dalam masyarakat
sederhana, hukumnya bersifat represif yang diasosiasikan seperti dalam pidana.
Sedangkan dalam solidaritas organis, yaitu terdapat dalam masyarakat modern,
hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti dalam perdata.
Max Weber menyatakan, dalam hukum ada empat tipe ideal
yaitu :
-
irrasional formal
-
irrasional materiel
-
rasional formal (dalam
masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum)
-
rasional materiel
C. Ruang
Lingkup Sosiologi Hukum
Sebelum kita menguraikan tentang ruang lingkup
Sosiologi Hukum, perlu dijelaskan terlebih dahulu di mana letak Sosiologi Hukum
dalam Science Tree.
Untuk dapat mengetahuinya, kita akan bertitik tolak
dari apa yang disebut dengan “disiplin”, yaitu system ajaran tentang kenyataan,
yang meliputi disiplin analitis dan disiplin hukum (preskriptif).
Disiplin analitis contohnya : Sosiologi, Psikologi dan sebagainya;
sedangkan disiplin hukum meliputi :
1.
Ilmu-ilmu Hukum, yang dibagi lagi menjadi :
a. Ilmu Tentang Kaidah (kaidah = patokan tentang
perikelakuan yang sepantasnya/seharusnya/seyogyanya).
b. Ilmu Tentang Pengertian-pengertian Dasar dan Sistem
daripada hukum (pengertian dasar = subjek hukum – hak dan kewajiban – peristiwa
hukum – objek hukum – hubungan hukum);
c. Ilmu Tentang Kenyataan yang meliputi :
Sosiologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.
Antropologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari
pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan
pada masyarakat modern.
Psikologi Hukum; yaitu ilmu yang mempelajari bahwa
hukum itu merupakan perwujudan dari jiwa manusia.
Sejarah Hukum; ilmu yang mempelajari hukum positif
pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang)
Perbandingan Hukum; yaitu ilmu yang membandingkan
sistem-sistem hukum yang ada di dalam suatu negara atau antar negara.
2.
Politik Hukum,
yaitu kegiatan memilih dan
menerapkan nilai-nilai
3.
Filsafat Hukum, yaitu kegiatan merenung, merumuskan, dan menyerasikan
nilai-nilai
Berdasarkan
uraian diatas, dapat ditentukan bahwa letak ruang lingkup Sosiologi Hukum mencakup 2 (dua) hal,
yaitu :
1. Dasar-dasar sosial dari hukum, contoh: hukum
nasional Indonesia, dasar sosialnya adalah Pancasila, dengan ciri-cirinya :
gotong-royong, musyawarah-kekeluargaan.
2. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial
lainnya, contoh :
-
UU PMA terhadap gejala
ekonomi (tahun 1967)
-
UU Pemilu dan Partai Politik
terhadap gejala politik
-
UU Hak Cipta tahun 1982
terhadap gejala budaza
-
UU Perguruan Tinggi terhadap
gejala pendidikan.
Selain itu, sejak abad ke-19 telah diusahakan oleh pera
sarjana sosiologi dan hukum untuk memberi batasan-batasan tertentu pada ruang
lingkup sosiologi hukum. Pembahasan tersebut didasari oleh ilmu ynag erta
hubungannya dengan ilmu-ilmu perilaku lainnya, dan ini memunculkan berbagai
pendapat, yang secara umum dfapt dikelompokkan pada empat pendekatan yaitu
pendekatan instrumental, pendekatan hukum alam, pendekatan positivistik, dan
pendekatan parakdigmatik.
1.
Pendekatan instrumental
Adam Podgorecki pernah menyatakan seperti yang dikutip
oleh soerjono soekanto, bahwa sosiologi hukum adalah suatu disiplin ilmu
teoretis yang umumnya mempelajari keteraturn dari berfungsinya hukum. Tujuan
utama dari sosiologi hukum adalah untuk menyajikan sebanyak mungkin
kondisi-kondisi yan diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efissien.
Hukum merupakan suatu sarana bagi pembuat
keputusan. Studi terhadap hukum harus harus berfokus terhadap efektifitas hukum
serta akibat akibat yang tidak diperhitungkan dalam proses legislasi. Oleh
kr\arna itu studi instrumental terhadap hukum dan perilaku harus dapat membantu
pembentuk hukum agar dapat mengadakan prediksi terhadap akibat-akibat
diberlakukannya hukum-hukum tertentu.lain halnya dengan pendapat
podgorecki yang menyatakan bahea studi instrumental terhadap hukum sangat
penting terutama dalam masyarakat yang mempunyai sisitem hukum sosialis yaitu
perubahan-perubahan diatur melalui perundang-undangan. Ada bebrapa ilmuan yang
sependapat dengan podgorecki seperti G.F.A. Sawyerr yang menyatakan bahwa
studi-studi instrumental trehadap hukum harus bertujuan untuk menciptakan
kondisi-kondisi yang baiki pelaksana hukum.
2.
Pendekatan hukum alam dan kritikan terhadap pendekatan positivistik
Philip senznick menganggap bahwa pendekatan
instrimental merupakan tahap menengah dari perkembangan atau pertumbuhan
sosiologi hukum. Tahap selannjutnya akan tercapai, apabila ada otonomi dan
kemandirian intelektual.tahap tersebut akan tercapai apabila para sosiolog
tidak lagi berperan sebagi teknisi, akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian
pada ruang lingkup yang lebih luas.pada tahap itu para sosiolog harus siap
menelaah pengertian legalitas agar dapat menentukan wibawah moralnya dan untuk
menjelaskan peran ilmu sosial dalam menciptakan masyarakat yang didasarkan pada
keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada keadilan. Philip seznick,
legallitas merupakan sinonim dari rule of law, yaitu pembatasan dari kekuasaan
resmi oleh prinsip-prinsip rasional dari ketertiban civil. Apabiala hal
demikian ada, maka tidak ada sesuatu kekuasaan yang kebal terhdap kritik dan
pembatasan kewenangan. Legalitas menimbulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu legalitas hanya berkaitan dengan
“bagai mana keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan dibuat dan dilaksanakan
dan bukan menyangkut isinya.
Legalitas adalah lebih daripada semata-mata mengikuti
prosedur secara ketat; titik sentral dari legalitas adalah pegurangan
kewenagan- kewenangan penguasa. Sumbangan utama legalitas adalah menghilangkan
peraturan sewenang-wenang. Namun ketaatan yang terlampau kaku pelaksanaan
peraturan secara mekanis, menghalangi keluwesan sisitem hukum untuk menyesuaikan
diri dengan kepentingan dan keadaan baru atau untuk menyesuaikan diri dengan
ketidak samaan sosial yang terjadi. Keadilan formal cendrung untuk mengabdikan
diri pada status quo. Oleh karenaitu dapat dianggap sewenag-wenang oleh
orang-oran yang merasa kepentinganya tidak diperhatikan, atau oleh orang-orang
yang berada diluar sistem masyarakat yang bersangkutan.
Adanya llegalitas dapat menimbulkan dugaan,bahwa
kekuasaan yan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat umum adalah kekuasaan yang sah.
Oleh karena itu legalitas memerlukan penamaan yan kokoh
dari prinsip-prinsip keadaan yan sah pada pola berpikir warga masyarakat. Namun
suatu konsensus murni dan rasional mengenai hal itu tidak akan ada, sehingga
keadaan semacamitu akan dapat didekati apabila terjadi kondisi-kondisi sebagai
berikut:
a. Kondisi sejarah membuktikan bahwa perasaan
mendukung perilaku rasional;
b. Kalau ada kesempatan luas akan mucul pendapat umum
yang berdasarkan pada kebebasan untuk menggungkapkan kepentingan dan
cita-cita.
Kalau cita-cita legalitas ingin dicapai, kritik yang
berdasarkan pada penalaran terhadap suatu peraturan harus dimasukkan kedalam
mekanisme pembentukan hukum. Oleh karena itu penelitian sosiologis menemukan
cita-cita antara penataan terhadap prosedur dengan kenyataaan kehidupan.
Misalnya kebebasan dan objektivitsaspara petugas hukum dilemahkan oleh
paktor-paktor pribadi dan lingkungan tertentu.
D.Karakteristik
Kajjian Sosioligi Hukum
Krakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenomena
hukum dalam masyarakat dalalm mewujudkan :Deskripsi, Penjelasan, Pengungkapan, Prediksi.
1.
Sosiologi hukum berusaha
memberikan deskripsi terhadap praktik-praktik hukum. Apabila praktik-praktik
itu dibeda-bedakan kedalam pembatan undang-undang, penerapan dalam pengadilan
maka ia juga mempelajari bagaimana praktik yang terjadi pada masing-masing
bidang kegiatan hukum tersebut.
2.
Sosiologi hukum bertujuan untuk
menjelaskan: mengapa suatu praktik-praktik hukum didalam kehidupan sosial
masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor apa yang berpengaruh, latar
belakanngnya, dan sebagainya.
3.
Sosiologi hukum senantiasa menguji
keshahehan empiris dari suatu peraturanatau pernyataan hukum, sehingga mampau
memprediksi sesuatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat
tertentu.
4.
Sosiologi hukum tidak melakukan
penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum sama-sama merupakan
objek pengamatan yang setaraf.
Keempat karekteristik objek studi sosiologi hukum
tersebut merupakan kunci kepada orang yang berminat untuk melakukan penyelidikan
dalam studi yang dimaksud. Apapun objek yang dipelajari oleh orang yang
melakukan penelitian apabnila ia menggunakan pendekatan seperti yang disebut
pada butir diatas maka ia sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum.
Objek yang menjadi sasaran sosiologi hukum sebagai
berikut. Sosiologi hukum mempelajari “pengorganisasian sosial hukum objek yang
menjadi sasaran disini adalah badan-badang yang trerlibat dalam
kegiatan-kegiatan penyelenggaraan hukum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya:
pembutan undang-undang pengadilan, polisi advokat, dan sebagainya. Pada waktu
mengkaji pembuatan undang-undang, perhatinnya dapat tertarik pada komposisi
dari badan perundang-undangan,seperti usia para anggotanya, pendidikannya,
latarbelakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memperoleh
perhatian, oleh karna pembuat undang-undang itu dilihat sebagai manifestasi
dari kelakuan manusia. Dalam kajian sosiologi hukum ada anggapan bahwa
undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya bersifat netral,apalagi yang dibuat
dalam masyarakat modern yang kompleks,dan menjadi tugas sosiologi hhukum untuk
menelusuri dan dan menjelaskan duduk persoalannya serta faktor apa yang
menyebabkan keadaan menjadi seperti itu.
Perspektif organisasi dari sosilogi hukum juga mengungkapkan
bahwa sekalipu hukum itu menyediakan janji-janji kepada orang tertentu
janji-janji itu lebih dapat dinikmati oleh kelompok-kelompok masyarakat yang
mampu mengorganisasikan dirinya secara baik. Dengan demikian antara hukum dan
pengorganisasian sosial terdapat hubungan tertentu.misalnya penyebab hal
tersebut ternyata tergantung pula dari beberapa paktor lain sepeti prestasi
sosial dan stratifikasi sosial dari suatu kelompok.
Sosiologi hukum yang berusaha untuk mengupas hukum
sehingga hukum tersebut tidaaaak dipisah kan dari praktik
penyelenggaraannyatidak hanya bersifat kritis melainkan juga kreatif.
Kreatifits ini terletak peda kemampuannya utnuk menunjukkan adakanya
tujuan-tujuan serta nilai-nilai tertentu yang ingin dicapai oleh hukum ilmu in
juga akan memberikan informasi hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi
pelaksanaan suatu ide hukum dan dengan demikian akan sangat berjasa guna
menghindari dan mengatasi hambatan-hambatan diatas.[5]
BAB II
METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI
A.
Metode
Pendekatan Sosiologi Hukum
Selain pendekatan yuridis normatif dalam pengkajian
hukum tersebut, hukum juga masih mempunyai sisi yang lain, yaitu hukum dalam
kenyataannya dalam kehidupan kemasyarakatan, Yang merupakan sebagai mana hukum
itu diopersikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, maka dalam hal
mempelajari hal tersebut haarus keluar dari batasan-batasan peraturan hukum dan
mengamati praktik-praktik dan/atau hukum sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang dalam masyarakat, dan ini lah yang disebut dfengan pendekatan
yuridis.
Yuridis empiris atau yang biasa dikenal dengan sebutan
sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu
pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial fdalam
masyarakat yang tampak aspek hukumnya. Oleh karenaitu adanya pengetahuan
tersebut diharaapkan turut mengangkat derajat ilmiah dari pendidikan hukum.
Pernyataan ini dikemukakan atas asumsi bahwa sosiologi hukum dapat memenuhi
tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat: 1. Deskritif, 2.
Penjelasan, 3. Pengungkapan, 4. Prediksi.
Kalau keempat hal diatas merupakan tuntutan ilmu
pengetahuan hukum saat inii sebagai dampak “modernisasi” maka harus diakui
dengan jujur bahwa pendidikan huukkm dalam kajian jurisprudance model:
rule(normatif), logic,practical, dan decision yang bersifat terapan, tidak
mampu memberikan pemahaman hukum yang utuh.
Sosiologi hukum bersama ilmu empirius lainnya akan
menempatkan kembali kontruksi hukum yang abstrak kedalam strukrur sosial yang
ada, sehinnga hukum menjadi lembga yang utuh dan relistis. Selain itu,
sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya niscahaya dapat memberikan
sahamnya untuk memahami dan menjelaskan proses-proses hukum di Indonesia bila
hukum itu dilihat dari struktur sosial masyarakatnya. Karena itu, pemahaman
secara legistis-positivis dapat mengakibatkan kekakuan pemahaman terhadap
hukum. Antropologi hukum misalnya, membantu mengembalikan hukum ke dalam
konteksnya yang lebih utuh, yaitu sebagai bagian dari kehidupan subtansial.
Pluraritas kehidupan di Indonesia akan memperoleh makna yang sebenarnya bila
digunakan pendekatan dan pemahaman antrapologi. Uarain di atas
menunjukkan bahwa mesti diakui politik hukum nasional yang menekankan pada
penyeragaman keadaan di Indonesia lebih bersifat “merusak” dari pada membangun
suatu kehidupan yang sehat.
Pendidikan hukum yang bersifat sosiological modelyang
bterdiri atas (1) sosial strukture, (2) behavior, (3) variable, (4)observer,
(5) scientific, dan (6) explanationakakn menjadikan ili hukum itu responsif
terhadap perkembangna dan perubahan dalam masyarakat. Karena itu suatu
pemahaman dan pengkajian hukum dalam konteks sosial yang lebih besar merupakan
suatu keharusan, sehingga hkum akan tampak menjadi controlsosial dalam
masyarakat atau hukm ada karena adanya masyarakat dan bukan berarti masyarakat
meninggalkan hukum yang dibuat olah wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyaat
(DPR).
B. Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif
Sebelum
membandingkan perbadingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif terlebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau
ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya sebagai berikut :
1.
Sosilogi
Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala
social lainnya secara empiris analistis. Contoh : apakah seorang bermaksud
lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40.
2.
Antropologi
hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana
penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern. Contoh :
pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat sedangkan pada masyarakat
modern adalah Putusan Hakim.
3.
Psikologi
Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Contoh: diatatinya
atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam masyarakat.
4.
Sejarah
Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia
Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen ordinantie ( HIR/Rbg).
5.
Perbandingan
Hukum adalah ilmu yang membandingkan sistem-sistem hukum yang ada didalam suatu
Negara atau antar Negara. Contoh Hukum adat Batak dengan hukum adat jawa atau
hukum singapura dengan hukum Negara Indonesia.
Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan
hukum dalam masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami
bahwa berbeda dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum.
Perbandingan
Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif
Perbandingan
|
Yuridis Empiris
|
Yuridis Normatif
|
Objek
|
Sociological
Model
|
Jurisprudence
Model
|
Fokus
|
Social
Structure
|
Analisis
aturan (rules)
|
Proses
|
Perilaku
(behavior)
|
Logika
(logic)
|
Pilihan
(purpose)
|
Ilmu
Pengetahuan (scientific)
|
Praktis
(practical)
|
Tujuan
(goal)
|
Penjelasan
(explanation)
|
Pengembalian
Keputusan (decision)
|
Tabel di atas menunjukkan objek kajian sosiologi
hukum,dalam hal itu akan diuraikan tiga buah konsep sebagai berikut :
1)
Sociological
Model(Model Kemasyarakatan)
Model kemasyarakatan adalah Bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam
kehidupan bermasyarakat, yang antara lain melahirkan sistem sosial dan
perubahan social. Hal yang dimaksud mempunyai beberapa
istilah yang sering digunakan dalam kajian sosiologi, yaitu Interaksi
Sosial, Sistem Sosial, dan Perubahan Sosial.
-
Interaksi
social
adalah hubungan-hubungan
sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang-perorang, kelompok-kelompok
manusia maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia
-
Sistem
social
adalah sejumlah
orang/kegiatan yang hubungan timbal baliknya kurang lebih bersifat konstan
-
Perubahan
social
adalah suatu proses di
mana dalam suatu sistem sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat diukur
yang terjadi pada kurun waktu tertentu
2)
Struktur
Sosial
Struktur sosial adalah Jalinan yang secara relatif tetap antara unsur-unsur social.
Unsur-unsur sosial yang
pokok: kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, stratifikasi social.
Lembaga
social adalah himpunan kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum sebagai salah satu lembaga
kemasyarakatan bertujuan serta bertugas memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam
mewujudkan ketertiban. Kelompok social adalah kesatuan manusia yang hidup bersama dari adanya
hubungan diantara mereka. Hukum diperlukan ketika terjadi interaksi sosial
diantara sesama manusia (jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang).
3)
Perilaku
(behavior)
Perilaku,
perangai, tabiat, adat istiadat atau yang disebut behavior pada objek kajian
sosiologi hukum diatas, merupakan kenyataan hukum di dalam masyarakat, sehingga
terkadang apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam mewujudkan kepastian
hukum justru tidak sesuai dari apa yang diharapkan.
Perilaku
dimaksud juga biasa disebut tabiat atau akhlak.
Akhlak
dalam KBBI dapat diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Menurut Imam
Al-Ghazali, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat melahirkan
perbuatan dengan mudah tanpa pemikiran seseorang atau tanpa memikir-mikirnya
lagi.
C.
HUKUM
SEBAGAI SOSIAL KONTROL
Sosial Kontrol dilakukan untuk menjamin bahwa
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku ditaati oleh anggota
masyarakat. Hal ini menyangkut manusia sebagai makhluk sosial yang hidup
bersama dalam kelompok atau masyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari, perilaku
manusia selalu diatur oleh nilai dan norma sosial yang memberi batas pada
kelakuannya. Tujuan pengaturan itu dimaksudkan agar tindakan yang dilakukan
seseorang atau suatu kelompok tidak merugikan pihak lain. Pelanggaran terhadap
nilai dan norma sosial yang berlaku akan menimbulkan pertentangan-pertentangan
antara berbagai kepentingan dari bermacam-macam pihak, sehingga terjadi
guncangan di dalam masyarakat.Dalam kehidupan bermasyarakat, kontrol sosial
berfungsi untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan sesuai
dengan norma-norma yang telah disepakati bersama.
Merupakan aspek yuridis normatif dari kehidupan sosial
masyarakat Sebagai alat pengendali sosial hukum dianggap berfungsi untuk
menetapkan tingkah laku yang baik dan tidak baik dan sanksi hukum terhadap pelanggarnya.
Social control adalah suatu proses baik yg direncanakan maupun tidak, yang
bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi
sistem kaidah dan nilai yang berlaku. Sifatnya adalah preventif (pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan
kestabilan)
dan Represif (berusaha
mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan).
D. Hukum
Sebagai Alat Mengubah Masyarakat
Fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial yang semakin
penting dalam era pembangunan tersebut, Di Indonesia fungsi hukum di dalam
pembangunan adalah sebagai sarana pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan
pada anggapan bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang
dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata
kaidah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah-arah kegiatan warga masyarakat ke
tujuan yang dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum
di atas seyogianya dilakukan, di samping fungsi hukum sebagai sistem
pengendalian sosial".
Ini berarti bahwa disamping fungsi hukum sebagai alat
pengendalian sosial, juga salah satu fungsi lainnya yang sangat penting dan
bahkan justru harus dilaksanakan dalam era pembangunan, adalah fungsinya
sebagai alat rekayasa sosial. Tentu saja sebagai alat rekayasa harus diarahkan
kepada hal-hal yang positif dan bukan sebaliknya.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan sosial,
hanya prosesnya ada yang cepat, ada yang lambat.
Contoh: Orang Asmat beda dengan orang-orang kota.
Perubahan yang terlalu cepat, sehingga kadang hukum
sulit untuk mengikutinya. Ada 4 faktor yang menyebabkan“Social Change”:
-
Karena
ada proses inovation/ pembaruan.
-
Invention
: penemuan teknologi di bidang industri, mesin dst.
-
Adaptation
: adaptasi yaitu suatu proses meniru suatu cultur, gaya yang ada di masyarakat
lain.
-
Adopsim:
ikut dalam penggunaan penemuan teknologi.
Perubahan sosial adalah perubahan yang bersifat
fundamental, mendasar, menyangkut perubahan nilai sosial, pola perilaku, juga
menyangkut perubahan institusi sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial.
Hubungan antara Social Change dengan hokum adalah
hukum harus mengikuti
perubahan sosial.
Efektivitas hukum sebagai tertib social
adalah hukum untuk
sosial control.
Pengendalian Sosial, menurut S. Rouck, yaitu suatu
proses/ kegiatan baik yang bersifat terencana atau tidak yang mempunyai tujuan
untuk mendidik (edukatif), mengajak (persuasif), memaksa (represif), agar
perilaku masyarakat sesuai dengan kaidah yang berlaku ( konform), sehingga
hukum sebagai Agent of Stability ( hukum sbg penjaga stabilitas). Pada
suatu ketika hukumada di belakang ( tertinggal).
Adanya perubahan sosial yang cepat tapi hukumnya belum
bisa mengikuti disebut hukum sebagai Social Lag yaitu hukum tak mampu melayani
kebutuhan sosial masyarakat, atau disebut juga disorganisasi, aturan lama sudah
pudar tapi aturan pengganti belum ada.
DAFTAR PUSTAKA
-
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta:
Sinar Grafika, 2005
-
Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian
Hukum secara Sosiologis), Jakarta: Pustaka Obor, 2012
[1] Zainuddin Ali, Sosiologi
Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). hlm. 1
[2]
Rianto Adi, Sosiologi Hukum (Kajian Hukum
secara Sosiologis), (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2012). Hlm.25-26
[3] Zainuddin Ali, Op.cit.,hlm.2
[4]
Ibid, hlm.3
[5]
Ibid, hlm.8-12
Your Affiliate Money Making Machine is waiting -
BalasHapusAnd making profit with it is as easy as 1, 2, 3!
Here's how it works...
STEP 1. Input into the system what affiliate products the system will advertise
STEP 2. Add PUSH button traffic (it ONLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the system grow your list and sell your affiliate products on it's own!
Are you ready to make money automatically?
The solution is right here