Selasa, 05 Januari 2016

Penafsiran Dalam Hukum Pidana

PENAFSIRAN DALAM HUKUM PIDANA



A.    Pengertian Penafsiran Hukum
     Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.
B.     Macam-macam cara penafsiran hukum
Pengertian dalam arti subjek dan obyek :
-          subyek  :ditafsirkan  seperti oleh pembuat  undang undang   
-          obyek : ditafsirkan  lepas dari pembuat  undang undang dan disesuaikan adat bahasa sehari hari
Pengertian dalam arti luas dan sempit :
-           Dalam arti luas : dalil yang ditafsirkan di beri   penafsiran  seluas luasnya
-          Dalam arti sempit (restriktif) : dalil yang diartikan diberi   pengertian yang
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:

  a)Otentik,Ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat undang-undang seperti yang      di lampirkan pada undang-undang sebagai penjelas. Penafsiran ini mengikat umum.

  b)Doktrinair,Ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan hasil-hasil karya karya para ahli.hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya memiliki nilai teoretis.

  c)Hakim,Penafsiran yang bersumber pada hakim(peradilan)hanya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu.
C.    Macam-Macam metode Penafsiran

1.      Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal)
Penafsiran ini berdasar atas bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Penafsiran ini mencari pengertian dari suatu undang-undang,dengan mencari pengertian tersebut dengan menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat tersebut.
       Contoh:
a)      Pasal 432 KUHP Seorang pejahat suatu lembaga pengangkutan umum yang dengan sengaja memberikan kepada orang lain daripada yang berhak, surat tertutup, kartu pos atau paket yang dipercayakan kepada lembaga itu, atau menghancurkan, menghilangkan, memiliki sendiri atau mengubah isinya, atau memiliki sendiri barang sesuatu yang ada di dalamnya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Kata dipercayakan dapat ditafsirkan dengan  diserahkan

b)      Pasal 305 KUHP  Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Kata meninggalkan dapat ditafsirkan dengan  menelantarkan

2.      Penafsiran Sistematis (systematische interpretatie)
Penafsiran sistematis adalah cara untuk mencari pengertian suatu rumusan uu dengan cara melihat hubungan rumusan yang satu dengan rumusan hubungan yang lain dalam suatu uu tersebut. Dengan menghubungkan antar satu dan lainya ini dapat ditarik suatu kesimpulan tertentu. Sistematis berarti antara bidang-bidang dalam uu tersebut berkaitan atau berhungan satu dengan yang lain.
Contoh :
Pasal 1 ayat 2 KUHP Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Kata paling menguntungkan bila Dihubungkan dengan Pasal 1 ayat 1 Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.Pasal ini bermaksud tentang ketentuan tidak dapat dipidanaya seseorang. Sehingga bila ada suatu ketentuan yang dapat dipidana dan muncul ketentuan baru yang tidak dapat memidanakan hal tersebut maka pelaku tindak pidana tersebut dinyatakan bebas. Misalnya X melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 10 tahun kemudian muncul uu baru mengnai tindak pidanya yaitu mengerutkan ancaman pidana menjadi 5 tahun.Maka ancaman pidana yang digunkan yang 5 tahun

3.      Penafsiran Historis
Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2 macam :
a)      Sejarah hukumnya yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan dalam DPR dan surat menyurat antara menteri dengan komisi DPR yang bersangkutan
b)      Sejarah undang-undangnya,yng diselidiki maksunya Pembentuk Undang-undang pada waktu membuat undang-undang itu.
Contoh : dapat dilihat dari Sejarah undang-undangnya, berupa penyelidikan mengenai  maksud pembentuk Undang-undang pada waktu membuat UU itu, di denda 25 f,-sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab harga barang lebih mendekati pada waktu KUHP itu di buat.
4.      Penafsiran Teologis
Mengenai maksud dan tujuan uu tersebut. Menafsirkan rumusan dalam suatun uu berdasarkan maksud dari pembentukan rumusan tersebut dalam uu. Penyebabnya kebutuhan manusia berubah menurut waktu sementara rumusan uu tetap.
Contoh :
Saat masih berlakunya UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi (dicabut dengan UU No. 26 tahun 1999), dalam menafsirkan rumusan  dalam UU itu mengenai suatu kasus tertentu, selalu didasarkan pada maksud dari pembentuk UU itu,yaitu untuk memberantas setiap perbuatan yang menggangu kelangsungan dan kestabilan kekuasaan pemerintahan negara ketika itu.

5.      Penafsiran Autentik (resmi)
Penafsiran auyentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-undang. Dikatakan penafsiran otentik karena tertulis secara resmi dalam undang-undang artinya berasal dari pembentuk UU itu sendiri, bukan dari sudut pelaksana hukum yakni hakim. Kebabasan hakim dibatasi ,sehingga hakim tidak boleh menfasirkan di luar pengertian tersebut. Diluar KUHP penfsiran ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
Contoh:
a)      Pasal 98 KUHP : arti waktu malam berarti waktu antara matahari terbenam  dan  matahari terbit
b)      Pasal 101 KUHP: arti ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan memamah biak dan babi


6.      Penafsiran Nasional
Penafsiran nasional adalah penafsiran yang menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku.
Misalnya : Hak milik Pasal 570 KUHPer sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia.

7.      Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis artinya memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya  tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut (ada rasio persamannya kejadian konkretnya terhadap noma-noma tesebut). 

Misalnya ; Pasal 388 KUHP ayat 1 Barang siapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat melakukan perbuat.an curang yang dapat membahayakan kesempatan negara dalam keadaan perang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Maksud pasal tersebut adalah melarang oang melakukan pebuatan curang pada waktu menyerahkan keperluan angkatan laut atau angkatan darat yang dapat membahayakan keselamatan negaa dalam keadaan perang. Jadi tidak ada diatur keperluan angkatan udara. 
Dengan menggunakan penafsiran analogis, maka jika terjadinya menyerahkan pada angkatan udara maka pasal ini juga dapat dikenakan karena pada dasar fungsi, peranan dan tugas angkatan laut dan darat juga sama dengan tugas angkatan udara yaitu dalam usaha perlindungan keselamatan dan keamanan negara.




Penafisran Logis
Penafsiran Logis adalah mencari maksud dari pembentukan suatu uu dengan menghubungkan  dengan uu lain yang masih memiliki sangkut paut atau berhubungan dengan uu tersebut.
Contoh : Pasal 55  tentang Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana:
A.  Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
a.              mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
b.              mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
B.   Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

8.      Penafsiran ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalam.
Misalnya ; aliran listrik termasuk juga atau di samakan dengan benda.

9.      Penafsiran  Restriktif
Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi atau mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. 
Misalnya : Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja  sedangkan kerugian immateriilnya termasuk didalam nya.

10.  Penafsiran A Contrario(menurut peringkaran)
Penafsiran A Contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan peristiwa yang di atur dalam undang-undang. Sehingga dengan berdasarkan perlawanan pengertian itu dapat di ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu tidak di liputi oleh undang-undang yang di maksud atau berada di luar ketentuan undang-undang tersebut. (Menarik suatu kesimpulan yang berkebalikan dari sesuatu yang telah ada)
Contoh :
Pasal 34 KUH Perdata menentukan bahwa seorang perempuan tidak di benarkan menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu 300 hari setelah perceraian dari suami pertama. Berdasarkan penafsiran a contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang laki-laki. Karena bagi seorang laki-laki tidak perlu menunggu tenggang waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah putusnya perkawinan pertama. Maksud tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan-keraguan mengenai kedudukan anak,berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang sedang mengandung setelah perkawinannya  putusatau bercerai.jika anak itu dilahirkan setelah perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum lewat 300 hari setelah putusnya perkawinan pertama maka berdasarkan undang-undang kedudukan anak tersebut adlah anak dari suami pertama.







C.    Cara Penerapan Metode Penafsiran
     Pembuat undang-undang tidak menetapkan suatu sistem tertentu yang harus di jadikan pedoman bagi hakim dalam menafsirkan undang-undang. Oleh karena itu hakim bebas dalam melakukan penafsiran.
     Dalam melaksanakan penafsiran pertama-tama selalu dilakukan penafsiran gramatikal, karna pada hakikatnya untuk memahami teks peraturan  perundang-undangan harus mangerti terlebih dahulu arti kata-katanya. Apabila perlu dilanjutkan  dengan penafsiran otentik yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu sendiri ,kemudian dilanjutka dengan penafsiran historis dan sosiologis.
     Sedapat mungkin semua metode penafsiran semua dilakukan ,agar didapat makna-makna yang tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama, maka wajib di ambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya, karena memang keadilan itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu mewujudkan undang-undang yang  bersangkutan . 






0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com