PENGERTIAN NEGARA
Menurut istilah Negara dalam bahasa
Belanda adalah “Staat’’, menurut
bahasa Inggris “Staat”, menurut bahasa Perancis “Etat” yang artinya Negara. Istilah “Staat’’ (State, etat) dalam bahasa Latin “Status’’ atau “Statum’’
yang artinya menaruh dalam keadaan berdiri, atau membuat berdiri dan
menempatkan.
Kata Negara
sendiri berasal dari bahasa Sanksekerta “Nagari”
atau “Nagara” yang berarti kota atau
wilayah dan Penguasa. Jadi, istilah “Negara”
dalam sejarah berhubungan dengan wilayah, kota dan penguasa.
Pengertian
Negara menurut para Ahli :[1]
1. Plato
: Negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju, berevolusi, terdiri dari
orang-orang (individu-individu)
2. Goerge
Jellineck : Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman yang tertentu.
3. Logemann
: Negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja) yang mempunyai tujuan
mengatur dan memelihara kemasyarakatan tertentu dengan kekuasaannya. Organisasi
itu ialah ikatan-ikatan fungsi atau lapangan-lapangan kerja tetap.
4. Prof. Mr. M. Nasrun : Negara adalah bentuk
pergaulan hidup yang tertentu yaitu harus memenuhi tiga syarat pokok, rakyat
tertentu, daerah tertentu dan pemerintahan yang berdaulat.
Jadi,
dari banyak pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian Negara adalah
organisasi yang tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang timbul karena
kehendak dari kelompok masyarakat tersebut yang mempunyai cita-cita untuk hidup
bersatu, hidup dalam satu wilayah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN NEGARA
1.
Zaman
Yunani
Bangsa Yunani Kuno dalam abad ke-V Sebelum
Masehi mulai mengadakan pemikiran negara dan hukum, mulailah adanya kebebasan berpikir
dan mengeluarkan pendapat tentang negara dan hukum secara kritis.
Faktor
yang menyebabkan itu, diantaranya ialah :
·
Keadaan Geografis negeri yang
menjuruskan kearah perdagangan dan koloni.
·
Kesadaran nasional bangsa Yunani sebagai
kesatuan yang disebabkan oleh peperangan dengan kemenangannya.
Berikut
Para Ahli yang mengarahkan pemikirannya pada Negara dan Hukum, ialah :
A. Socrates
( 399 S.M)
Socrates mencari ukuran obyektif tentang
baik buruk indah dan jelek, yang hak dan tidak hak dan sebagainya. Ini semua
akan dapat ditemukan, karena sukma manusia mempunyai bagian yang dalam dan
umum.
Socrates mengatakan negara itu tidak boleh
dipandang sebagai ciptaan manusia, tetapi sebagai keharusan yang obyektif, yang asal mulanya berpangkal dalam pekerti
manusia. Tugas negara ialah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh
pemimpin-pemimpin yang dipilih secara saksama. Dari sinilah tersimpul pikiran Demokrasi
dan Negara (tentang penguasa, cara memerintah dan sebagainya). [2]
B. Plato
(429-374 S.M)
Asal mula negara menurut Plato terletak
dalam kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan manusia yang bermacam-macam
dan kebutuhan untuk bekerja sama sebagai akibat daripadanya. Ada lima macam
bentuk negara menurut plato, yaitu :
·
Aristokrasi : Para penguasa memerintah
sesuai dengan pikiran keadilan. Segala sesuatu ditujukan untuk kepentingan
bersama agar keadilan merata.
·
Timokrasi : Para penguasa memerintah mencapai kemasyuran daripada
keadilan. Segala sesuatu ditujukan pada kepentingan penguasa sendiri.
·
Ollgarchi : Pemegang kekuasaan adalah
golongan hartawan, sehingga tumbuhlah milik partikelir yang menyebabkan
kekuasaan pemerintah jatuh kedalam tangan hartawan.
·
Demokrasi : Pemegang kekuasaan adalah
rakyat dan kepentingan umum diutamakan (kemerdekaan dan kebebasan).
·
Tyrani : Pemerintahan dipegang oleh
raja, bentuk pemerintahaannya jauh dari cita-cita keadilan.
Dari lima bentuk negara tersebut, maka
Aristokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang terbaik dan bahwasanya hanya
keadilan, yaitu suatu sususnan dari dan oleh orang-orang yang merdeka, yang
menguasai dirinya sendiri yang dapat membawa kebahagian.
Plato menarik garis sejajar anatara sifat
negara dan sifat manusia, yang menempatkan kedalam tiga sifat.
·
Sifat Akal : Golongan Penguasa yang
memerintah.
·
Sifat Keberanian : Golongan tentara yang
menjaga keamanan.
·
Sifat akan adanya kebutuhan : Golongan
yang bertugas memenuhi kebutuhan-kebutuhan.
2.
Zaman
Romawi
Pokok pangkalnya ialah kota Roma,
pemerintahan monarchal (kerajaan) yang menguasai bermacam rumpun bangsa,
disampin itu ada senat yang terdiri dari kaum patricia. Ada kecendrungan kearah
demokrasi, yang kemudian memang terjilma sesudah raja terakhir dalam
persengketaan anatara dua golongan warga negara yaitu kaum Ningrat (Patricia)
dan kaum Jembel (Plebia), yang diselesaikan dengan UUD yang dinamakan
Undang-undang 12-luh.
Tokoh
dalam zaman Romawi ini adalah :
A.
1.MONARCHI
|
6.OKHLOKRASI
|
2. TYRANI
|
3.ARISTOKRASI
|
5.DEMOKRASI
|
4.OLIGRARKI
|
Perjalanan bentuk-bentuk ini merupakan
suatu lingkaran, maka teori Polybius ini dinamakan “Cyclus Theorie” atau “Teori
Lingkaran”. Dalam teori ini terdapat adanya hubungan kausal atau bentuk satu
dengan bentuk lain. Plybius melihat bentuk-bentuk pemerintahan ini dari dekat
yaitu Romawi.
A. Monarchi
Pemegang
kekuasaan adalah seorang Raja yang melaksanakan kekuasaanya untuk kepentingan
umum. Cita-cita akan keadilan dan
kesusilaan telah menyebabkan orang pada awalnya sangat menghargai bentuk
tersebut.
B. Tyrani
Raja
menciptakan Tyrani, karena beberapa waktu kemudian mulai memerintah secara
sewenang-wenang, kemungkinan keturunannya yang menggatikan sebagai raja berbuat
sewenang-wenang.
C. Aristokrasi
Akibat
pemerintahan Tyrani yang sewenang-wenang, maka munculah kaum bangsawan yang
sepakat untuk melawan bentuk pemerintahan Tyrani. Dimana Pemerintahan dipegang
oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum.
D. Oligarki
Mula-mula
bentuk pemerintahan Aristokrasi baik, lama-lama Pemerintahan Aristokrasi tidak
menjalankan kepentingan umum, keturunan mereka yang menggantikan keMula-mula
bentuk pemerintahan Aristokrasi baik, lama-lama Pemerintahan Aristokrasi tidak
menjalankan kepentingan umum, keturunan mereka yang menggantikan kekuasaan
tidak menjalankan keadilan.
E. Demokrasi
Dalam
pemerintahan Oligarki tidak ada keadilan, maka rakyat kemudian berontak,
mengambil alih kekuasaan negara untuk memperbaiki nasib mereka. Negara dan
pemerintahannya dijalankan oleh rakyat. Tujuannya untuk melaksanakan
kepentingan rakyat. Ini menyebabkan berubahnya bentuk negara dari Oligarki
menjadi Demokrasi.
F. Okhlokrasi
Pemerintahan
Demokrasi awal mulanya baik, mempertahankan kepentingan umum, menghargai
persamaan dan kebebasan. Kemudian ia ingin bebas dari peraturan-peraturan yang
ada, akhirnya timbul kekacauan, kebentrokan, dan korupsi merajalela, kekuatan
hukum tidak ada lagi, masing-masing ingin mengatur sendiri. Dari keadaan
kekacauan, rakyat hidupnya berbeda diluar ketertiban, timbul keinginan untuk
memperbaiki nasib. Muncullah seorang kuat dan berani, yang dengan kekerasan
dapat memegang kekuasaan, maka kekuasaan beralih ke tangan seorang tunggal
lagi. Dalam menjalankan kekuasaan memperhatikan kepentingan umum, maka timbul
kembali bentuk Monarki.
3.
Zaman
Abad Pertengahan
Runtuhnya peradaban Romawi, runtuh pula
ketatanegaraannya, sebaliknya kekuasaan dari agama Kristen semakin berkembang
dan kemudian menggantikannya.
Teori matahari dan bulan :
Seperti
bulan mendapat cahaya dari matahari dan memang kurang daripada belakangan ini,
maupun mengenai jumlahnya, mutunya, mengenai wujudnya dan kelakuannya,
begitulah kekuasaan alat negara kekuasaan kerajaan, menerimanya dari cahaya
kekuasaan Paus. Matahari, penerang hari adalah sebagai kekuasaan Paus untuk
manusia.
Teori dua pedang :
Hubungan
itu mempunyai dasar keadilan pada pelajaran dua pedang. Teori ini menyampaikan bahwa Paus mempunyai
dua pedang, pedang kerohanian dan pedang keduniawian.
Dengan
timbulnya persoalan dan pertentangan siapa yang berkuasa antara Paus dan Raja, gereja dan
negara menimbulkan adanya dua macam hukum :
·
Hukum yang mengatur soal-soal kenegaraan
atau dunia
·
Hukum yang mengatur soal-soal kegamaan
atau kerohanian.
4.
Pertumbuhan
Negara secara Primer dan Sekunder
Pertumbuhan negara dapat dibagi atas dua macam,
yaitu pertumbuhan Negara secara Primer dan Sekunder. Pertumbuhan negara secara
Primer ialah sebagai titik tolak diambil negara masih dalam bentuk yang
sederhana sekali dan berkembang melalui tingkatan-tingkatan yang lebih maju
menjadi modren. Sedangkan pertumbuhan Negara secara sekunder yaitu negara sudah
ada sebelumnya, tetapi karena revolusi atau penaklukan-penaklukan, negara yang
ada berubah bentuk susunannya menjadi negara lain.
A. Pertumbuhan
negara secara Primer
Pertumbuhan
negara secara primer ini dari masyarakat hukum yang masih sederhana, yang hidup
dalam kelompok-kelompok besar, berikut penjelasannya :
a) Suku
Suku adalah masyarakat
hukum yang masih terikat oleh adat dan kebiasaan. Pimpinan suku merupakan
kepala suku. Kepala suku ini dianggap sebagai orang yang pertama diantara yang
sama.
b) Kerajaan
Raja merupakan sebutan
bagi pemimpin yang dikuasainya melipui daerah taklukannya disebutkan sebagai
kerajaan. Ciri kerajaan-kerajaan pada waktu itu ialah bahwa pengaruh kekuasaan
pusat belum begitu besar terhadap daerah-daerah. Dalam negara oleh raja mutlak,
rakyat dipaksa untuk mengakui pemerintahan raja, dipaksa mempunyai kebangsaan
satu, fase ini dinamakan Nasional didalam pertumbuhan Negara.
c) Negara
demokrasi
Setelah rakyat lama
mengalami suatu pemerintahan pusat yang mutlak, mengalami dibawah kekuasaan
raja yang mutlak, timbul pada dirinya suatu keinginan untuk memegang
pemerintahaan sendiri. Rakyat menghendaki kedaulatan rakyat. Kekuasaan
tertinggi negara ditangan rakat, maka tumbuhlah demokrasi.
B. Pertumbuhan
Negara secara Sekunder
Terjadinya negara sekunder karena negara
telah ada sebelumnya, tetapi karena revolusi atau penaklukan, maka timbul
negara baru diatas atau pada negara yang telah ada tadi. Maka seseorang
dihadapkan kepada suatu kenyataan terhadap hal yang tak dapat diungkiri lagi.
Dalam hal ini dunia dihadapkan kepada
suatu kenyataan adanya suatu negara baru yang tak dapat diunkiri lagi, walaupun
negara tersebut terbentuknya tidak sah menurut hukum. Akibatnya suatu revolusi,
maka suatu negara yang sudah lama hidup. Bisa sekaligus lenyap dan pada tempat negara
yang lama tadi timbul negara baru.
Salah satu contoh yaitu Negara Republik Indonesia. Setalah Negara Republik Indonesia
memplokamirkan berdirinya suatu pemerintahan (kekuasaan) pada tanggal 17
Agustus 1945, maka kekuasaan yang baru tadi menyusun dirinya sehingga
pemerintahannya lancar, lama kelamaan menjadi stabil, kuat.
Pemerintahan yang sudah berjalan ini
menjadi nyata, artinya terasa kekuasaannya dan kalau pemerintahan yang nyata
itu kemudian diakui seluruh rakyat. Akhirnya kekuasaan atau pemerintahan yang
baru diplokamirkan tadi merupakan de facto didalam wilayah itu. Ini dipandang
dari sudut dalam negeri.
Kalau dipandang dari negara lainnya
sebagai suatu pemerintahan stabil, yang oleh negara-negara tadi dianggap
berkuasa, sudah menjamin keselamatan jiwa dari rakyatnya, maka negara-negara
tadi sudah ada hukum dan pemerintahan maka mau tidak mau negara-negara luar
tadi mengakui sebagai negara baru.
Negara-negara lain dihadapkan suatu
kenyataan, akibat suatu revolusi 17 Agustus 1945, Nedeland Indie (Hindia,
Belanda) tidak bekerja lagi. Sebaliknya lahir suatu negara baru itu
bertentangan dengan hukum Belanda. Padahal negara-negara lain butuh perhubungan
dagang. Karena itu Inggris, Amerika Serikat, India, mau tak mau mengakui
defacto sebagai negara, atas daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera.
BAB III
SYARAT DAN UNSUR NEGARA
Negara merupakan organisasi kelompok
sosial yang terdapat dibagian muka bumi tertentu. Penyelengaraan negara itu
adalah manusia dalam satu kesatuan kelompok yang berada disebagian kulit bumi
untuk bernegara. Oleh karena itu, suatu bagian muka bumi sebagai tempat yang
didiami oleh sekelompok manusia baru dapat dinamakan sebuah negara kalau
memenuhi unsur-unsur negara.[3]
Unsur-unsur negara tersebut, ialah :
A.
Unsur
Rakyat
Rakyat (Inggris: people; Belanda:
volk) adalah kumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat
penghuni suatu negara, meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan dan
memiliki kepercayaan yang berbeda. Selain rakyat, penghuni negara juga disebut
bangsa. Para ahli menggunakan istilah rakyat dalam pengertian sosiologis dan bangsa
dalam pengertian politis. Rakyat adalah sekelompok manusia yang memiliki suatu
kebudayaan yang sama, misalnya memiliki kesamaan bahasa dan adat istiadat.
Sedangkan bangsa – menurut Ernest Renan – adalah sekelompok manusia yang
dipersatukan oleh kesamaan sejarah dan cita-cita. Hasrat bersatu yang didorong
oleh kesamaan sejarah dan cita-cita meningkatkan rakyat menjadi bangsa.
Dengan perkataan lain, bangsa adalah
rakyat yang berkesadaran membentuk negara. Suatu bangsa tidak selalu terbentuk
dari rakyat seketurunan, sebahasa, seagama atau adat istiadat tertentu kendati
kesamaan itu besar pengaruhnya dalam proses pembentukan bangsa.
Sekadar contoh, bangsa Amerika
Serikat sangat heterogen, banyak ras, bahasa dan agama; bangsa Swiss
menggunakan tiga bahasa yang sama kuatnya; bangsa Indonesia memiliki ratusan
suku, agama, bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Secara geopolitis, selain
harus memiliki sejarah dan cita-cita yang sama, suatu bangsa juga harus terikat
oleh tanah air yang sama.[4]
|
R
A
K
Y
A
T
|
Nation (natie), diartikan sebagai sekumpulan manusia
yang merupakan suatu kesatuan karena memiliki kesatuan politik yang sama.
Mengenai
warga negara dapat diperinci lagi dalam empat status, yaitu:[5]
a) Status
Positif : memperoleh fasilitas dan menjamin untuk mendapatkan kemakmuran dari
negara
b) Status
Negatif : Negara tidak mau mencampuri hak-hak asasi rakyatnya bila tidak perlu.
c) Status
Aktif : ikut dalam pemerintahan negara.
d) Status
Negatif : tunduk pada kesatuan-kesatuan negara.
B.
Unsur
Daerah/Wilayah
·
Daratan
Wilayah daratan ada di permukaan bumi
dalam batas-batas tertentu dan di dalam tanah di bawah permukaan bumi. Artinya,
semua kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dalam batas-batas negara
adalah hak sepenuhnya negara pemilik wilayah.
Batas-batas wilayah daratan suatu
negara dapat berupa:
-
Batas alam, misalnya: sungai, danau, pegunungan, lembah
-
Batas buatan, misalnya: pagar tembok, pagar kawat berduri,
parit
-
Batas menurut ilmu alam: berupa garis lintang dan garis bujur
peta bumi
·
Lautan
Lautan yang merupakan wilayah suatu
negara disebut laut teritorial negara itu, sedangkan laut di luarnya disebut
laut terbuka (laut bebas, mare liberum).
Ada dua konsepsi pokok tentang laut,
yaitu:
-
Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut tidak
ada pemiliknya, sehingga dapat diambil/ dimiliki oleh setiap negara;
-
Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah
milik bersama masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/ dimiliki oleh
setiap negara.
Batas-batas lautan ditetapkan sebagai
berikut:
-
Batas laut teritorial
Setiap negara berdaulat atas lautan teritorial yang
jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
-
Batas zona bersebelahan
Di luar batas laut teritorial sejauh 12 mil laut atau
24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara
pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar
undang-undang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
-
Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut suatu engara pantai yang
batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai
yang bersangkutan berhak menggali kekayaan laut dan menangkap nelayan asing yang
kedapatan menangkap ikan di wilayah ini serta melakukan kegiatan ekonomi
lainnya. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu serta
bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah laut.
-
Batas landas benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu engara yang
batasnya lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh
melakukan eksplorasi dan eksploitasi dengan kewajiban membagi keuntungan dengan
masyarakat internasional.
·
Udara
Wilayah udara suatu negara ada di
atas wilayah daratan dan lautan negara itu.
·
Wilayah Ekstrateritorial
Wilayah ekstrateritorial adalah
tempat-tempat yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan
suatu negara – meskipun tempat itu berada di wilayah negara lain.
Contoh: di atas kapal (floating island) berbendera Indonesia
berlaku kekuasaan negara dan undang-undang NKRI.
C.
Unsur Pemerintahan yang berdaulat
Istilah Pemerintah merupakan
terjemahan dari kata asing Gorvernment (Inggris), Gouvernement (Prancis) yang
berasal dari kata Yunani κουβερμαν yang berarti mengemudikan kapal (nahkoda).
Dalam arti luas, Pemerintah adalah gabungan dari semua badan
kenegaraan (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang berkuasa memerintah di
wilayah suatu negara. Dalam arti sempit, Pemerintah mencakup
lembaga eksekutif saja.Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari sovereignty
(Inggris), souveranete (Prancis), sovranus (Italia) yang semuanya diturunkan
dari kata supremus (Latin) yang berarti tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasan
yang tertinggi, tidak di bawah kekuasaan lain.
Pemerintah yang berdaulat berarti
pemerintah yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam negaranya dan tidak
berada di bawah kekuasaan pemerintah negara lain. Maka, dikatakan bahwa
pemerintah yang berdaulat itu berkuasa ke dalam dan ke luar:
Kekuasaan ke dalam, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan
ditaati oleh seluruh rakyat dalam negara itu;
Kekuasaan ke luar, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan
diakui oleh negara-negara lain.
D.
Unsur Pengakuan dari Negara lain
Pengakuan oleh negara lain didasarkan
pada hukum internasional. Pengakuan itu bersifat deklaratif/ evidenter, bukan konstitutif.
Contoh : Proklamasi kemerdekaan Amerika
Serikat dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1776, namun Inggris (yang pernah
berkuasa di wilayah AS) baru mengakui kemerdekaan negara itu pada tahun 1783.
Adanya pengakuan dari negara lain
menjadi tanda bahwa suatu negara baru yang telah memenuhi persyaratan
konstitutif diterima sebagai anggota baru dalam pergaulan antarnegara.
Dipandang dari sudut hukum internasional, faktor pengakuan sangat penting,
yaitu untuk:
-
tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari
hubungan-hubungan internasional;
-
menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan
jalan mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi
kepentingan-kepentingan individu maupun hubungan antarnegara.
Ada dua macam pengakuan atas suatu negara, yaitu
a)
Pengakuan de facto adalah pengakuan menurut kenyataan
bahwa suatu negara telah berdiri dan menjalankan kekuasaan sebagaimana negara
berdaulat lainnya.
b)
Pengakuan de jure adalah pengakuan secara hukum bahwa suatu negara telah
berdiri dan diakui kedaulatannya berdasarkan hukum internasional.
Perbedaan
antara pengakuan de facto dan pengakuan de jure antara lain adalah:
-
Hanya negara atau pemerintah yang diakui secara de jure yang
dapat mengajukan klaim atas harta benda yang berada dalam wilayah negara yang
mengakui.
-
Wakil-wakil dari negara yang diakui secara de facto secara
hukum tidak berhak atas kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewah diplomatik
secara penuh.
-
Pengakuan de facto –
karena sifatnya sementara – pada prinsipnya dapat ditarik kembali.
-
Apabila suatu negara
berdaulat yang diakui secara de jure memberikan kemerdekaan kepada suatu
wilayah jajahan, maka negara yang baru merdeka itu harus diakui secara de jure
pula.
Contoh : Pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Unsur-unsur negara terpenuhi pada tanggal
18 Agustus 1945. Pengakuan pertama diberikan oleh Mesir, yaitu pada tanggal 10
Juni 1947. Berturut-turut kemerdekaan Indonesia itu kemudian diakui oleh
Lebanon, Arab Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma. Pengakuan de facto diberikan
Belanda kepada Republik Indonesia atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatra dalam
Perundingan Linggarjati tahun 1947. Sedangkan pengakuan de jure diberikan
Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pengakuan
terhadap negara baru dalam kenyataannya lebih merupakan masalah politik
daripada masalah hukum. Artinya, pertimbangan politik akan lebih berpengaruh
dalam pemberian pengakuan oleh negara lain. Pengakuan itu merupakan tindakan
bebas dari negara lain yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu yang
terorganisasi secara politik, tidak terikat kepada negara lain, berkemampuan
menaati kewajiban-kewajiban hukum internasional dalam statusnya sebagai anggota
masyarakat internasional.
BAB IV
Tujuan dan Fungsi Negara
Negara dibentuk untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan itu hanya tercapai jika fungsi negara dapat terlaksana. Dengan
kata lain, melalui pelaksanaan fungsi-fungsi itulah suatu negara berusaha
mencapai tujuannya. Oleh karena itu, antara tujuan dan fungsi negara sangat
erat hubungannya.
Tujuan negara juga dapat dilihat pada beberapa teori berikut ini.
A.
Teori Kekuasaan Negara
Tujuan negara berdasarkan teori ini
adalah negara berusaha mengumpulkan kekuatan yang besar, menyiapkan
militer yang kuat, disiplin, dan loyal untuk menghadapi bahaya. Teori
ini tidak mempedulikan keselamatan dan kemakmuran, hanya peduli agar
negara sentosa.
Para Ahli yang sepakat dengan teori Kekuasaan Negara :
-
Shang Yang menyatakan bahwa tujuan negara adalah pembentukan
kekuasaan negara yang sebesar-besarnya. Menurut dia, untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan dua faktor pendorong,
yaitu Rakyat dan Negara. Apabila rakyat kuat, maka negara lemah. Sebaliknya
apabila Negara kuat, maka rakyatpun lemah.
-
Niccolo Machiavelli agar raja tidak
menghiraukan kesusilaan ataupun agama. Untuk meraih,
mempertahankan dan meningkatkan kekuasaannya, raja harus licik, tak
perlu menepati janji, dan berusaha selalu ditakuti rakyat.
Machiavelli menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan yang sebesarbesarnya itu
bertujuan luhur, yakni kebebasan, kehormatan dan kesejahteraan.
B.
Teori Jaminan Hak dan Kebebasan
Teori ini menyatakan bahwa tujuan
negara adalah untuk mempertahankan hukum agar hak dan kebebasan
rakyat terpenuhi. Dalam teori ini, peranan negara sebagai
penjaga ketertiban hukum dan pelindung hak serta kebebasan.
Negara tidak boleh campur tangan dalam urusan pribadi dan
ekonomi warga negaranya.
Para Ahli yang sepakat dengan teori Jaminan Hak dan
Kebebasan:
-
Immanuel Kant : menyatakan bahwa tujuan negara
adalah melindungi dan menjamin ketertiban hukum agar hak dan kemerdekaan
warga negara terbina dan terpelihara. Untuk itu diperlukan
undang-undang yang merupakan penjelmaan kehendak umum (volonte
general), dan karenanya harus ditaati oleh siapa pun, baik rakyat
maupun pemerintah. Agar tujuan negara tersebut dapat terpelihara,
Kant menyetujui asas pemisahan kekuasaan menjadi tiga
potestas (kekuasaan) adalah legislatoria, rectoria, iudiciaria
(pembuat, pelaksana, dan pengawas hukum).
-
Kranenburg : tujuan negara bukan sekadar
memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan
kesejahteraan warganya. Ia juga menyatakan bahwa upaya pencapaian
tujuan-tujuan negara itu dilandasi oleh keadilan secara merata, seimbang.
C.
Teori Perdamaian Dunia
Tujuan negara adalah untuk mencapai perdamaian. Hal itu dikarenakan
keamanan dan ketenteraman manusia dalam negara dapat dicapai karena adanya
perdamaian dunia. Teori ini menganggap bahwa pembentukan
negara merdeka hanya menimbulkan perang.
Ahli yang sependapat dengan teori ini adalah : Dante Alleghiere menyatakan bahwa tujuan negara
adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perdamaian dunia akan terwujud
apabila semua negara merdeka meleburkan diri dalam satu imperium di bawah
kepemimpinan seorang penguasa tertinggi. Namun Dante menolak
kekuasaan Paus dalam urusan duniawi. Di bawah seorang mahakuat dan bijaksana, pembuat undang-undang yang seragam bagi seluruh dunia,
keadilan dan perdamaian akan terwujud di seluruh dunia.
D.
Teori Negara Kesejahteraan
Tujuan negara pada teori ini adalah
menyejahterakan rakyat. Negara harus bertindak adil kepada warganya
secara seimbang.
TUJUAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan
hakiki dari negara Republik Indonesia termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai
berikut :
1.
Mencapai
ketuhanan (kemerdekaan, perdamaian abadi)
Negara mengarahkan warga negaranya untuk selamat di dunia
dan akhirat sesuai dengan keyakinan agamanya. Negara juga harus sepenuhnya
memberikan kebebasan warga negaranya untuk melaksanakan ajaran agamanya dan
membuat hukum nasional yang mendukung
ajaran agama yang dianut oleh
warganegaranya.
Negara mengatasi pertikaian yang mungkin muncul melalui
mufakat lintas agama, ras dan antar golongan. Negara melarang kegiatan
yang bertentangan nilai-nilai ketuhanan.
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Mencapai
kemanusiaan univesalitas yang melindungi segenap bangsa dan melaksanakan
ketertiban dunia.
Negara harus mewujudkan kehidupan yang manusiawi, adil dan beradab yang berkorelasi positif
dengan upaya perlindungan hak asasi manusia.
Tujuan ini menjadi tugas inti dari negara, yaitu
melindungi nilai-nilai kemanusiaan (tidak hanya bagi warga negaranya tetapi
juga bagi seluruh umat manusia). Kemanusiaan harus didasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang universal. Kemanusiaan juga harus didasarkan pada pembentukan
masyarakat yang beradab (civilized
society) sebagaimana yang dikonstruksikan dalam masyarakat madani (civil society)
3.
Mencapai
kesatuan bangsa dan mencerdaskan
kehidupan bangsa
Mencapai kesatuan sebagai suatu nation state yang komprehensif. Kesatuan komunitas yang sadar dalam lokalitas dan
globalitas kemanusiaan. Nasionalisme yang rasional dan humanisme yang
religius. Pemerintah dibentuk untuk menyadari cita-cita tersebut
sehingga rakyat cerdas dan memahami
hidupnya dan dapat menjalani hidupnya dengan baik.
4.
Mencapai
kerakyatan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Mencapai kerakyatan dimaksudkan sebagai kolektivitas yang
melaksanakan aspirasi rakyat dengn tuntutan hikmah kebijaksanaan. Konkretnya
melalui lembaga permusyawaratan (MPR) dan lembaga perwakilan (DPR dan
DPD).Demokrasi Indonesia berkaitan secara menyeluruh dengan sila-sila lainnya
dalam Pancasila.
5.
Mencapai
keadilan sosial (memajukan kesejahteraan umum)
Mencapai keadilan sosial merupakan tugas negara untuk
memberikan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan spiritual bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Tujuan ekonomi negara dikonstruksikan dalam penataan
keadilan sosial. Kemakmuran
material harus dicapai melalui penataan
keadilan. Keadilan harus lebih diutamakan daripada keadilan. Keadilan tanpa
kemakmuran lebib berarti daripada sebaliknya. Negara harus menjadi alat untuk
mencapai keadilan. Keadilan akan menyelamatkan seluruh warga negara.
TRIAS POLITICA
MONTESQUIE
|
LEGISLATIF
(Pembuat
UU)
|
EKSEKUTIF
(Pelaksana
UU)
|
YUDIKATIF
(Mengawasi/Mengadili)
|
DWI PRAJA
|
POLICY MAKING
|
POLICY EKSEKUTING
|
REGELING / PEMBUAT UU
|
FUNGSI
NEGARA
|
CATUR PRAJA
|
RECHT SPAARK / KEHAKIMAN
|
POLITIE / KEPOLISIAN
|
BESTUUR / PEMERINTAHAN
|
Fungsi negara ini
merupakan tugas daripada Organisasi Negara dan dari Fungsi disini kita dapat
melihat pemisahan kekuasaan dalam
Negara. Menurut Charles E. Merriam, fungsi negara adalah keamanan
ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, kebebasan;
sedangkan R.M. Mac Iver berpendapat bahwa fungsi
negara adalah ketertiban, perlindungan, pemeliharaan dan
perkembangan.
BAB V
BENTUK NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN
A. BENTUK
NEGARA
Bentuk
negara
ini menyatakan susunan atau
organisasi negara secara keseluruhan, mengenai struktur negara yang
meliputi segenap umsur-unsurnya, yaitu
daerah, bangsa dan pemerintahan. Bentuk
negara melukiskan dasar negara, susunan
dan tata tertib suatu negara berhubungan
dengan organ tertinggi di negara itu itu dan kedudukan masing-masing organ
dalam kekuasaan negara. Ada dua sudut pandang terhadap negara,
yaitu :
1. Negara
dipandang secara keseluruhan sebagai suatu bangunan negara, ini yang disebut
sudut sosiologis (in sein ganzheit).
2. Negara
dipandang dari sudut strukturnya atau isininya (in sein struktur), ini yang disebut sudut pandang yuridis.
·
AJARAN
PLATO
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara.
Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu
manusia. Adapun bentuk itu sebagai berikut :
1.
Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran
keadilan.
2.
Timokrasi, yaitu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemansyuran dan kehormatan.
3.
Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh golongan hartawan/kaya.
4.
Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh rakyat jelata.
5.
Tyrani, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh seorang tiran(sewenang-wenang) sehingga jauh dari cita-cita
keadilan.
·
AJARAN
ARISTOTELES
Bentuk
negara menurut Aristoteles membedakannya berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu
:
-
Berdasarkan jumlah orang yang memegang
pucuk pemerintahan.
-
Berdasarkan kualitas pemerintahannya
dalam arti apakah pemerintahan tersebut dijalankan untuk kepentingan umum atau
untuk kepentingan pribadi/kelompok para penguasanya.
Dari
dua kriteria tersebut maka diperoleh enam bentuk negara, Berikut bentuk-bentuk
negara yang dimaksudkan:
|
|
||||
IDEAL
|
KEMEROSOTAN
|
||||
Satu
|
Monarki
|
Tyrani
|
|||
Beberapa
|
Aristokrasi
|
Oligarki
|
|||
Banyak
|
Politea
|
Demokrasi
|
|||
Dari
tabel diatas, dijelaskan bahwa :
A. Monarki,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum,
sifatnya ini baik dan ideal.
B. Tyrani,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang namun demi kepentingan
pribadi, sifatnya ini buruk.
C. Aristokrasi,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi
kepentingan umum. Bersifat baik dan ideal.
D. Oligarki,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi
kepentingan kelompoknya, bersifat buruk.
E. Politea,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan
umum, bersifat baik dan ideal.
F. Demokrasi,
yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi
kepentingan sebagian orang, bersifat kurang baik.
·
AJARAN
POLYBIUS
Hampir
sama dengan Aristoteles, Polybius juga mengajarkan enam bentuk negara yang
terdiri atas tiga bentuk ideal dan tiga bentuk kemerosotan. Polybius membawa
ajarannya dalam siklus sebagai berikut :
Dari
siklus tersebut dapat dijelaskan bahwa bentuk negara menurut Polybius ada
enam,sebagai berikut.
a) Monarkhi,
adalah bentuk tertua, dimana kekuasaan dipegang oleh satu orang, yang mempunyai
sifat-sifat yang lebih unggul daripada masyarakat lainnya, sehingga mendapat
kepercayaan untuk memerintah. Atas kepercayaan itulah maka penguasa yaitu raja
pun melaksanakan kekuasaan untuk kepentingan umum. Lama-kelamaan turunan raja
atau penggantinya tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum
melainkan untuk kepentingan sendiri. Maka saat itu bergeserlah dari Monarki
menjadi Tirani.
b) Tirani
adalah bentuk pemberontakan dari orang-orang yang berani dan mempunyai
sifat-sifat baik(kalangan bangsawan). Mereka bersatu dan mengadakan
pemberontakan. Jika kekuasaan raja jatuh ke tangan mereka, maka mereka akan
menjalankan pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan umum. Namun
lama-kelamaan kekuasaan itu tidak ditujukan kepada kepentingan umum lagi
melainkan kepentingan pribadi. Saat itu bergeserlah dari Tirani menjadi
Aristokrasi.
c) Aristokrasi
adalah kekuasaan yang ditangan para cendikiawan/orang-orang pintar. Pada
awalnya bagus, namun lama-kelamaan Aristokrasi ini mengalami kemerosotan, lalu
bergeserlah dari Aristokrasi menjadi Oligarki.
d) Oligarki
adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh rakyat, karena pada saat itu
rakyat berontak dan mengambil alih kekuasaan. Namun bentuk negara ini menjadi
tidak bagus karena mereka hanya memikirkan kepentingan penguasanya, bukan
kepentingan umum dan bergeserlah Oligarki menjadi Demokrasi.
e) Demokrasi
adalah bentuk negara yang menjalankan kekuasaan adalah rakyat dan untuk kepentingan
rakyat. Pemerintahan dilaksanakan oleh rakyat dan semata-mata untuk kepentingan
rakyat. Wakil-wakil rakyat lah yang menjalankan kekuasaan untuk kepentingan
umum. Semula kekuasaan yang dilaksanakan oleh wakil rakyat memang baik. Akan
tetapi, lama-kelamaan yang duduk dalam perwakilan rakyat itu adalah pemimpin
yang memperhatikan dirinya sendiri. Menimbulkan kekacauan, kebrobokan dan
korupsi merajalela karena hukum tidak ditegakkan.
f) Oklhokrasi
adalah bentuk negara yang timbul karena keadaan negara yang kacau, maka
muncullah keinginan untuk memperbaiki nasibnya. Dari keinginan tersebut muncul
seorang berani dan kuat, yang melalui jalan kekerasan untuk dapat mengambil
alih kekuasaan. Perubahan keadaan demikian telah menimbulkan munculnya kembalu
bentuk negara semula, yaitu Monarki.
B. BENTUK
PEMERINTAHAN
Dalam
teori bentuk pemerintahan mengenai bentuk negara secara yuridis
ini bermaksud untuk mengungkapkan
sistem yang menentukan hubungan antara
alat-alat perlengkapan negara dalam
menentukan kebijakan negara. Hal ini dapat ditemui dalam konstitusi negara.
Sistem
pemerintahan merupakan gabungan dari dua
istilah, yaitu :
1.
Sistem
Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah suatu keseluruhan terdiri dari beberapa
bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik diantara bagian-bagian maupun
hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya. Sehingga hubungan tersebut
menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian. Akibatnya, jika salah satu bagian tidak bekerja dengan
baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
2.
Pemerintahan
Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh
negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara
sendiri.
Dan karena itu jika kita membicarakan tentang sistem
pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan
serta hubungan antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan-kekuasaan
negara itu, dalam rangka
menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Pada
dasarnya sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam :
1. Sistem
Parlementer
Sistem parlementer
merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan legislative (badan perwakilan) mempunyai
hubungan yang erat. Hal ini disebabkan
karena adanya pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen. Setiap kabinet
yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan
demikian kebijakan parlemen atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang
dikehendaki oleh parlemen.Ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer
adalah:
a.
Kabinet
yang dipimpin oleh Perdana Menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan dan atau kekuasaan-kekuasaan yang
menguasai parlemen.
b.
Para
kabinet mungkin seluruhnya atau para anggota kabinet mungkin seluruh anggota
parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota
parlemen.
c.
Kabinet
dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen.
d.
Kepala
negara dengan saran PM dapat membubarkan kabinet.
e.
Kekuasaan
kehakiman secara prinsipil tidak digantungkan kepada lembaga eksekutif dan
legislatif.
2. Sistem
Presidensiil
Adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan
rakyat. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan
parlemen. Ciri-ciri pemerintahan presidensiil :
a.
Presiden
adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya
dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus merupakan kepala negra (lambang
negara) dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh UUD.
b.
Presiden
tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih.
c.
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat dijatuhkan oleh
badan legislatif. Sebaliknya, Presiden
tidak dapat membubarkan legislatif.
d.
Komparasi
Sistem Pemerintahan Parlementer dengan Sistem Pemerintahan Presidensiil
Perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut
disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah politik masing-masing negara,sebagai
berikut:
Sistem Pemerintahan
Parlementer
|
Sistem Pemerintahan
Presidensiil
|
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari bentuk negara monarki yang kemudian
mendapat pengaruh dari pertanggungjawaban menteri. Raja berfungsi sebagai
faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legislatif.
Misalnya : kerajaan Inggris, Belanda, Perancis.
2 Keuntungan
Penyesuaian antara pihak eksekutif dan legislatif dapat
lebih mudah dicapai.
3. Kelemahan
a. Pertentangan
antara eksekutif dan legislatif dapat terjadi sewaktu-waktu, menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan akibatnya pemerintahan tidak
stabil.
b. Sebaliknya, Presiden dapat
membubarkan legislatif.
c. Pada sistem parlementer dengan
multi partai (kabinet koalisi) apabila terjadi mosi tidak percaya dari
beberapa partai politik sehingga sering terjadi pergantian kabinet.
|
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari keinginan untuk melepaskan diri dominasi kekuasaan raja
dengan mengikuti ajaran Montesquieu dengan ajaran Trias Politika.
Misalnya : negara USA timbul sebagai reaksi kebencian
terhadap raja George III (Inggris).
2. Keuntungan
Pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu
stabil.
3. Kelemahan
Dapat terjadi kemungkinan tujuan negara yang telah ditetapkan oleh
eksekutif berbeda dengan legislatif.
|
3. Sistem
Campuran
Sistem pemerintahan
campuran merupakan bentuk
variasi dari sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Dalam sistem ini dikenal dua macam campuran, yaitu :
a.
Campuran Presidensiil
Presiden merupakan kepala
pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensiil) tetapi dia
bertanggung jawab kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab sehingga lembaga
ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem
parlementer).
Misalnya : sistem pemerintahan
Republik Indonesia.
b.
Campuran Parlementer
Program Pemerintah adalah program partai
pemenang pemilu. Perdana menteri diangkat oleh parlemen, artinya legitimasi
pemerintahan datangnya dari parlemen.
4. Sistem Referendum
Sistem Referendum merupakan suatu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk
memberikan keputusan setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang
ditempuh oleh parlemen atau setuju atau tidak setuju terhadap
kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat.
Sistem
referendum merupakan bentuk variasi dari
sistem quasi (quasi presidensiil) dan
sistem presidensiil murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah
pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam
sistem ini pertentangan antara eksekutif
dan legislatif jarang terjadi.
Berkaitan dengan
pengawasan rakyat dalam bentuk referendum
maka dikenal tiga macam sistem referendum, yaitu :
a.
Referendum
Obligator
Jika persetujuan
dari rakyat mutlak harus diberikan dalam
suatu pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan mengikat rakyat
seluruhnya. Misalnya : persetujuan yang dibuat oleh rakyat dalam pembuatan UUD.
b.
Referendum
Fakultatif
Sekelompok masyarakat berhak untuk meminta disahkannya
suatu undang-undang (melalui referendum) yang telah dibuat oleh parlemen
setelah diumumkan. Hal ini biasanya dilakukan terhadap undang-undang biasa.
c.
Referendum
consultatif
Yaitu referendum untuk soal-soal tertentu yang teknisnya rakyat tidak tahu.
Keuntungan
dari sistem referendum adalah bahwa dalam setiap masalah negara, rakyat ikut serta menanggulanginya dan
kedudukan pemerintah stabil sehingga pemerintah akan memperoleh pengalaman yang
baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Kelamahan
dari sistem referendum adalah bahwa
rakyat tidak mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul karena untuk
mengatasi suatu persoalan diperlukan pengetahuan yang luas dari rakyat. Selain
itu, sistem ini tidak dapat dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan faham antara
rakyat dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik.
Contoh sistem pemerintahan referendum adalah Swiss,
dimana tugas pembuat undang-undang berada dibawah pengawasan rakyat yang
mempunyai hak pilih.
BAB VI
TEORI LEGITIMASI KEKUASAAN
A. Pengertian Legitimasi Kekuasaan
Negara adalah sebuah organisasi kekuasaan. Kekuasaan diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga tujuan negara dapat tercapai. Karena itu, di dalam
setiap negara pasti terdapat berbagai jenis kekuasaan. Persoalannya adalah apakah
semua kekuasaan itu legal, diterima oleh mereka yang dikuasai. Jika diterima
kekuasaan itu memiliki legitimasi, jika tidak kekuasaan itu tidak memiliki
legitimasi kekuasaan.
Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat
terhadap kewenangan. Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral
pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak. Apabila masyarakat menerima
dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang
mengikat masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan sebagai berlegitimasi.
Maksudnya, legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap
hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan
politik.
Secara etimologi
legitimasi berasal dari bahasa latin “lex”
yang berarti hukum. Kata legitimasi
identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal dan legitim.
Jadi secara sederhana legitimasi adalah
kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan
yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum
kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah.
Dalam legitimasi kekuasaan ini
membicarakan tiga hal yang saling berkaitan, yaitu :
1. Teori-teori
Pembenaran Negara
Teori pembenaran negara
(rechtvaardigings theorieen) adalah mengapa negara mempunyai kekuasaan yang
mana negara berkuasa mencetak uang, memungut pajak, dan membunuh orang dalam
kasus hukuman mati.
2. Teori
Theokrasi
Teori Theokrasi
mengajarkan bahwa orang yang berkuasa di dalam suatu negara adalah tuhan.
Misalnya Raja Fir’au yang menganggap dirinya anak Tuhan, dan Tenno Heika,
kaisar Jepang yang dipandang sebagai turunan Dewa Matahari.
3. Teori
Kekuasaan
Teori kekuasaan dapat
diartikan sebagai daya atau kemampuan orang lain agar pihak yang dipengaruhi
mengikuti kehendak pihak yang mempengaruhi.
B.
Sumber
Legitimasi Kekuasaan
Ada beberapa cara mengapa seseorang atau sekelompok orang
memiliki kekuasaan, yaitu :
- Legitimate Power
Legitimate berarti penangkatan, jadi legitimate power
adalah perolehan kekuasaan melalui pengangkatan.
- Coersive Power
Perolehan kekuasaan melalui kekerasan, bahkan mungkin
bersifat perebutan atau perampasan bersenjata yang sudah tentu diluar jalur
konstitusional atau biasa disebut dengan kudeta.
- Expert Power
Perolehan kekuasaan melalui keahlian seseorang, maksudnya
pihak yang mengambil kekuasaan memang memiliki keahlian untuk memangku jabatan
tersebut.
- Reward Power
Perolehan kekuasaan melalui suatu pemberian atau karena
karena berbagai pemberian. Sebagai contoh bagaimana orang-orang kaya dapat
memerintah orang-orang miskin untuk bekerja dengan patuh. Orang-orang yang
melakukan pekerjaan tersebut hanya karena mengharapkan dan butuh sejumlah uang
pembayaran (gaji).
- Reverent Power
Perolehan kekuasaan melalui daya tarik seseorang.
Walaupun daya tarik tidak menjadi faktor utama mengapa seseorang ditentukan
menjadi kepala kemudian menguasai
keadaan, namun daya tarik seperti postur tubuh, wajah, penampilan dan pakaian
yang parlente dalam mementukan dalam mengambil perhatian orang lain, dalam
usaha menjadi kepala.
- Information Power
Kekuasaan yang dipeorleh karena seseorang yang begitu
bayak memiliki keteranga sehingga orang lain membutuhkan dirinya untuk bertanya,
untuk itu yang bersangkutan membatasi keterangannnya agar terus menerus
dibutuhkan.
7. Connetion Power
Mereka yang mempunyai hubungan yang luas dan banyak akan
memperoleh kekuasaan yang besar pula, baik dilapangan politik maupun
perekonomian. Yang biasa disebut dengan ”relasi”. Atau kekuasaan seseorang
memiliki hubungan keterkaitan dengan seseorang yang memang sedag berkuasa, hal
ini biasanya disebut denga hubunga kekerabatan atau kekekeluargaan.
Sedangkan menurut French dan Raven dalam Thoha membagi
lima sumber kekuasaan :
- Kekuasaan paksaan (Coercive Power)
Didasarkan pada rasa takut, dengan demikian sumber
kekuasaan diperoleh dari rasa takut.
- Kekuasaan legitimasi (Legitimate Power)
Kekuasaan yang bersumber pada jabatan yang dipegang
pemimpin, Secara formal semakin tinggi seseorang pemimpin, maka semakin besar
kekuasaan legitimasinya mempunyai kecenderungan untuk memepengaruhi orang lain,
karena pemimpin tersebut merasakan bahwa ia mempunyai hak dan wewenang yang
diperoleh dari jabatan dalam organisasi.
- Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang bersumber dari keahlian, kecakapan atau
pengetahuan yang dimiliki seseorag pemimpin yang diwujudkan lewat rasa hormat
dan pengaruhnya terhadap orang lain.
- Kekuasaan Penghargaan (reward power)
Kekuasaan yang bersumber dari kemampuan untuk
menyediakan penghargaan atau hadiah bagi
orang lain, misalnya gaji, promosi atau penghargaan jasa.
- Kekuasaan referensi (referent power)
Kekuasaan yang bersumber dari sifat-sifat pribadi dari
seorang pemimpin.
- Kekuasaan Informasi (information power)
Kekuasaan yang bersumber karena adanya akses informasi
yang dimiliki oleh pemimpin yang dinilai sangat berharga oleh pengikutnya.
- Kekuasaan hubungan (connection power)
Kekuasaan yang bersumber dari hubungan yang dijalin
pemimpin dengan orang-orang penting baik dari luar ataupun di dalam organisasi.
C. Pemilik Kekuasaan
Pendapat para ahli membagi atau memisahkan kekuasaan,
walaupun pada prinsipnya tidak pernah secara keseluruhan diikuti oleh para
birokrat. Pendapat-pendapat tersebut
dapat digolongkan sebagai berikut :
- Eka Praja
Kekuasaan dipegang oleh satu badan. Bentuk ini sudah
tentu diktator (authokrasi) karena tidak ada balance (tandingan) dalam era
pemerintahan. Jadi yang ada hanya pihak eksekutif saja dan bisa muncul pada
suatu kerajaan absolut dan pemerintahan fasisme.
- Dwi Praja
Kekuasaan dipegang oleh dua badan. Bentuk ini oleh Frank
J. Goodnow dan Wodrow Wilson dikategorikan sebagai lembaga administratif (unsur
penyelenggara pemerintahan) dan lembaga
politik (unsur pengatur undang-undang).
- Tri Praja
Kekuasaan dipegang tiga badan. Bentuk ini banyak
diusulkan oleh para pakar yang menginginkan demokrasi murni, yaitu dengan
pemisahan atas lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tokohnya,
montesquieu dan John Locke.
- Catur Praja
Kekuasaan dipegang
empat badan. Bentuk ini baik apabila benar-benar dijalankan dengan
konsekuen, bila tidak akan tampak kemubaziran.
Van Vollenhoven Mengkategorikan bentuk ini yakni :
a. Regeling (Kekuasaan membuat undang-undang)
b. Bestuur (Kekuasaan pemerintah)
c. Politie (Kekuasaan kepolisian)
d. Rechtsspraak (kekuasaan mengadili)
- Panca Praja
Kekuasaan dipegang lima lembaga. Bentuk ini sekarang
dianut Indonesia, karena walaupun dalam hitungan tampak ada enam badan yaitu
konsultatif, eksekutif, legislatif, yudikatif, inspektif, dan legislatif, namun
dalam kenyataannya konsultatif (MPR) anggota-anggotanya terdiri dari anggota
legislatif.
Menurut Montesquieu (1689-1755)
- Kekuasaan Legislatif, yaitu pembuat undang-undang
- Kekuasaan Eksekutif, yaitu pelaksana undang-undang
- Kekuasaan Yudikatif, yaitu yang mengadili (badan
peradilan)
Menurut John Locke (1632-1704)
- Kekuasaan
Legislatif
- Kekuasaan Eksekutif
- Kekuasaan Federatif (untuk memimpin perserikatan)
Menurut Lemaire
- Wetgeving: Kewenaga membuat undang-undang
- Bestuur : Kewenangan pemerintahan
- Politie: Kewenangan Penertiban
- Rechtsspraak: Kewenangan peradilan
- Bestuur Zorg : Kewenangan untuk mensejahterakan
masyarakat
D.
Pengesahan
Kekuasaan
Berbicara tentang sahnya kekuasaan yang bertalian
dengan legitimasi kekuasaan hendaknya dilihat secara terpisah antara negara,
jabatan, dan pemangku jabatan. Sahnya negara tidak perlu dipersoalkan lagi
karena setiap negara yang sudah mendapat pengakuan, apalagi pengakuan de jure yang merupakan sebuah negara
yang sah, baik memiliki kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar. Serta
juga tidak dapat dipersoalkan apakah suatu jabatan itu sah atau tidak sah
karena jabatan itu hanyalah sebuah fungsi dari negara yang melekat pada status
negara itu sah. Selanjutnya, legitimasi
kekuasaan masih terus dipantau seberapa nyata pemangku jabatan tersebut
beresksistensi, dalam arti berbuat dalam rangka mewakili jabatan untuk mencapi
tujuan negara sebagaimana lazim disebut kepentingan umum atau tidak. Dalam hal
ini tidak perlu diadakan pendasaran yang hipotesis karena dapat atau tidak
kekuasaan itu diakui sangat tergantung pada cara bagaimana organisasi negara
itu menjalankan kekuasaanya yang Faktual.
BAB VII
DEMOKRASI MODERN
A.
Pengertian
Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari kata demos ‘Rakyat’ dan cratein ‘yang memerintah’. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan oleh
rakyat. Abraham licoln mengatakan “Democrasi
is government of the people, by the people and for the people”. Dalam
perkembangannya dikenal demokrasi langsung dan demikrasi tidak langsung.
Ciri khas Demokrasi adalah perlindungan
kebebasan atau kemerdekaan bagi semua rakyatnya dan adanya perlakuan yang sama
bagi semua rakyat (unsur Kesamaan).[6]
B.
Demokrasi
Konstitusional dan Demokrasi Rakyat sebagai Demokrasi Modern
Demokrasi yang lebih menekankan unsur kebebasan
daripada unsur kesamaan disebut demokrasi konstitusional atau sering
pula disebut demokrasi liberal.
Ciri-ciri
demokrasi konstitusional :
-
Menyelesaikan perselisihan secara damai
dan melembaga
-
Menjamin terselenggaranya perubahan
secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
-
Menyelenggarakan pergantian pimpinnan
secara teratur.
-
Membatasi penggunaan kekerasaan
seminimal mungkin
-
Mengakui serta menganggap wajar adanya
keanekaragaman.
-
Menjamin penegak keadilan yang sejauh
mungkin dapat dicapai.
Demokrasi yang lebih menekankan unsur
kesamaan daripada unsur kebebasan disebut demokrasi
sosial, demokrasi rakyat.
Ciri-ciri demokrasi rakyat atau proletar :
-
Adanya dorongan untuk memaksakan
persatuan
-
Adanya usaha penghapusan oposisi secara
terbuka
-
Suatu pimpinan yang merasa dirinya
paling tahu mengenai cara-cara menjalankan kebijakan pemerintah dan menjalankan
kekuasaan melalui suatu elite yang kekal
-
Negara adalah alat untuk mencapai
komunisme, maka semua alat perlengkapan negara dan perangkat hukum
diorientasikan untuk mencapai komunisme tersebut.
Lembaga-lembaga
yang disediakan untuk menyelenggarakan demokrasi rakyat tersebut adalah :
-
Sistem satu partai
-
Adanyasuatu bada kenegaraan tertinggi,
yang secara formal memegang semua kekuasaan didalam negara yang bersangkutan
(legislatif, eksekutif, yudikatif)
-
Adanya pemilihan umum, tetapi dengan
sistem calon tunggal untuk setiap kursi calon yang telah ditetapkan oleh satu
partai yang bersangkutan.
C.
Demokrasi
di Indonesia
Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat
demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan
sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik
(APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa
menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa
di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi
contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya
pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi
yag tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan
Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut
merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan
Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang
demokratis dan makmur.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di
Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun
dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi
tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap.
Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki
persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang
dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa
demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil
melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara
berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi.
Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga
demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut
tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan
kekayaan hanya pada elit tertentu.
1)
Demokrasi
Modern dengan Sistem Presidensial
Bentuk ini menampilkan pemisahan yang tegas antara
fungsi legislatif dan fungsi eksekutif, serta pemisahan yang tegas antara badan
legislatif dan badan eksekutif. Badan legislatif sebagai pelaksana fungsi
legislatif diserahkan kepada badan perwakilan rakyat, sebagaimana di Amerika
Serikat disebut Congress, yang
terdiri atas Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat yang bekerja sama secara
bikameral dalam pembuatan undang-undang dan undang-undang dasar.
2)
Demokrasi Modern dengan Sistem Parlementer
Bentuk pemerintahan ini menampilkan hubungan yang
erat antara dewan eksekutif dan badan legislatif (parlemen/badan perwakilan
rakyat). Kekuasaan eksekutif diserahkan kepada satu badan, yaitu dewan menteri
atau kabinet, yang dipimpin oleh seorang perdana Menteri.
3)
Demokrasi Modern
dengan sifat Referendum
Bentuk pemerintahan ini terdapat di Swiss. Badan
eksekutifnya merupakan sebuah dewan yang disebut Bundesrat. Badan ini merupakan
bagian dari badan legislatif yang terdiri dari badan perwakilan nasional.
Aspek-aspek Demokrasi Modern :[8]
A.
Pandangan
Terhadap Hakikat Negara :
Negara pada hakikatnya adalah kumpulan atau
kesatuan dari individu. Individu lebih penting daripada kelompok/kesatuan,
artinya individu bereperan utama dalam menentukan kebahagian hidup. Negara
dengan sendirinya akan bahagia jika individu dan warga negaranya bahagia.
Karena itu individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan seluas-luasnya untuk
menentukan kehidupan negara.
B.
Pandangan
Terhadap Tujuan Negara :
Tujuan negara adalah kebahagiaan dan kesejaterahan
rakyat untuk itu negara harus menciptakan kondisi yang memungkinkan
kesejaterahan individu tersebut.
C.
Cara
Pengisian Jabatan Dewan Perwakilan Rakyat :
Rakayat yang mempunyai peranan penting dalam
menentukan langsung, siapa saja yang akan dipilih untuk mewakilinya dalam
keanggotaan badan perwakilan rakat. Badan itu yang akan memperjuangkan
kesejaterahan rakyat dan negara, sehingga mereka haru dijaga agar tetap
representif. Dewan perwakilan rakyat mempunyai kekuasaan nyata, yaitu kekuasaan
perundang-undangan, pengawasan, dan anggaran.
D.
Susunan Dewan
Perwakilan Rakyat :
Susunan badan perwakilan rakyat bersifat
automistis karena anggota-anggotanya adalah wakil-wakil rakyat secara perorangan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Soetomo, Ilmu Negara, Surabaya.Usaha Nasional,1991
-
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta.Rajawali
Press ,2012
-
Max Boli Sabon, Ilmu Negara (Bahan Pendidikan untuk
Perguruan Tinggi),Jakarta.Universitas Atmajaya.2009
-
Max Boli Sabon, Ilmu Negara (Buku Panduan Mahasiswa), Jakarta.Gramedia,1992
-
(http://id.wikipedia.com/demokrasi,
diakses 27 April 2015)
[1] Soetomo, Ilmu
Negara, (Surabaya.Usaha Nasional,1991), hlm.20-23
[2]
Ibid, hlm.40-41
[3]
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum
Indonesia, (Jakarta.Rajawali Press ,2012), hlm.83
[4]
Max Boli Sabun, Ilmu Negara,
(Jakarta.Gramedia,1992), hlm.16
[5]
Ibid, hlm.17
[6]
Max Boli Sabon, Ilmu Negara,
(Jakarta.Gramedia,1992), hlm.167
[7] Max Boli
Sabon, Ilmu Negara (Bahan Pendidikan
untuk Perguruan Tinggi),( Jakarta.Universitas Atmajaya.2009),hlm.227-230
[8]
Ibid, hlm.237